A Thousand Dreams
Oleh: Khairani Sapitri
Ada berapa banyak peluang Tuhan memberi keberkahan pada seseorang
di tiap kehidupan manusia? Tidak ada yang tahu. Tapi, sadarkah Anda seberapa
banyak waktu yang terbuang untuk proses mendapatkan keberkahan yang terlewatkan
tanpa jejak barang setitik? Saya yakin akan yang satu ini, kita terlalu lalai
untuk memaknai keberkahan itu sendiri.
Manusia seolah hilang ingatan jika dia hidup berdasar ‘belas kasih’
dari Tuhan. Ketika Anda mengeluh sebab cobaan, timbul perkara tak sembah Tuhan.
Ketika Anda merutuk dan bingsal karena hal yang tak disukai didapatkan, timbul perkara
lidah berliku sana-sini, keluarkan sumpah serapah dan berbagai kata sampah. Itulah
yang saya maksud dengan lalai, lagi-lagi kita melewatkan momen dalam tahap
mendapatkan keberkahan tersebut.
•••
Seluruh dunia berduka akibat kehilangan banyak populasi warga bumi
karena pandemi. Ditambah lagi dengan banyak masalah lain, ekonomi jatuh, efektivitas
pembelajaran menurun tanpa jeda, buruk, semua terlihat tidak baik-baik saja dengan
jelas. Mungkin ini yang dinamakan masa sejuta duka setelah para manusia di
abad-abad lalu yang kesulitan bertahan hidup dalam lingkaran perang dan krisis
ekonomi. Saya sendiri merasakan kengerian atas masa wabah ini, semua serba
terbatas, tahan selera, banyak pengecualian, tuntutan, dan segala ketetapan
yang memberi jarak meski itu berniat baik.
Ketika pandemi, saya dan adik-adik langsung jadi petani dadakan,
kalau kata bapak sih, hitung-hitung lulur lumpur tanah basah. Kami
berempat seperti kurcaci-apalagi adik saya masih terbilang kecil-yang mengekor tuannya
setiap hari sambil membawa parang, cangkul, ember bibit dan pupuk menuju lahan
kosong yang luas. Bapak ajarkan kepada kami untuk merasakan lelahnya petani
Indonesia memberikan pangan terbaik mereka untuk kita. Bapak ajarkan kepada kami
untuk tidak pernah malu melakukan sesuatu selagi itu halal, setiap hari dilihat
orang dengan baju kotor, tangan dan kaki berlumur tanah, kulit berlapis gores
luka, bahkan muka merah penuh peluh.
Saya tidak malu dan gengsi, intinya jalani saja dan jangan terlalu banyak
membuang waktu dengan mengeluh, biarkan saja berlalu selayaknya waktu. Percayalah
bahwa berkat Tuhan bisa didapatkan siapa saja tanpa memandang siapa dia, mau
kaya-miskin, rupawan-buruk rupa, bahkan ustadz-preman sekalipun.
Karena pandemi, saya dan adik juga menjadi pedagang sayur dan buah
dadakan di pasar. Membawa dagangan yang bertumpuk lagi segar ketika langit
masih memburam hitam abu. Kendati awalnya kami terlihat seperti patung selamat
datang yang kaku, akhirnya kami juga bisa menguasai lingkungan dan kehidupan pasar
sampai sekarang.
Saban hari melihat beragam rupa pembeli yang kami temui dengan
sapaan ramah dan kelakar khas seorang pedagang, kami disajikan sebuah ‘legenda’
yang nyata–para pembeli setingkat dewa. Hahaha. Dan di lain hari,
terkadang saya dan adik terlihat seperti orang yang gagap sambil tersenyum di
waktu-waktu tertentu, pasalnya, kami pernah kedapatan oleh guru masing-masing
yang terkejut karena melihat dagangan kami yang beragam, mulai dari kangkung,
bayam, pucuk ubi, terong, singkong, ubi rambat, bahkan kacang tanah dan
bengkuang. Rasa hangat di hati dan bahagia yang membuncah di dada, mungkin itu
adalah ketenangan yang Tuhan beri untuk kami sekeluarga.
Jika Anda tipikal orang yang suka akan tantangan, pasti paham apa
yang kami rasakan, benar-benar menyenangkan. Jika Anda orang yang senang ketika
bisa mencapai sesuatu dengan hasil jerih payah sendiri, pasti akan tahu
seberapa senangnya saya ketika bisa membeli handphone dan membayarkan biaya
sekolah saudara. Merasakan ‘remah kesuksesan’ di masa muda memanglah berbeda.
Saya dan adik hanya ingin masa muda kami tidak hangus secara percuma, makan-tidur
contohnya, mengembangbiakkan rasa malas dengan tidak sengaja namun disiplin
dalam pengerjaannya.
•••
Seribu impian mungkin terlalu ‘banyak’ untuk dimimpikan oleh saya.
Tapi tahukah Anda, apa yang selalu saya senangi ketika melakukan semua itu
tadi? Cinta, ketulusan, dan kemauan yang kuat. Ketika Anda memaksa diri untuk
melakukan sesuatu yang baru, hanya awalnya saja yang terasa jengkel, setelahnya
pasti sudah klepek-klepek setengah mati. Ketika Anda merasa melakukan
sesuatu karena sebuah tuntutan padahal jauh dari kemampuan, percayalah bahwa
kalimat “bisa karena terbiasa” akan bekerja dengan sendirinya. Jelasnya, mau
ada cobaan atau tidak, mau ada di masa pasang atau surut, selama Anda berusaha
dengan gigih dan tulus, sudah tentu kejayaan akan segera datang di saat yang
tepat dan berlaku dengan tetap jika disiplin.
Maka dari itu, arti berkah menurut saya adalah ketika Anda bisa
melakukan banyak hal positif, berbagi ketika berada di masa punya ataupun tidak
punya, juga melatih kesabaran, ketulusan, dan cinta karena tujuan
pengaplikasian amalan kepada Tuhan.
Terima kasih, saya harap cerita biasa ini bisa bermanfaat
sebagaimana yang saya harapkan untuk semua.
Posting Komentar