Khutbah Jumat
Masjid Nurul Falah Purnama  
Menjaga Aib
Orang Lain di Era Digital  
Ust Dr KH Hasbullah Ahmad, MA 
(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Dosen Tetap Ilmu al-Qur’an, tafsir dan Hadis UIN STS Jambi, Wakil Rois Syuriah PWNU Provinsi Jambi dan Ketua Komite Dakwah Khusus MUI Kota Jambi, Wakil Pimpinan Ponpes PKP al Hidayah Jambi)
DOWNLOAD PDF DISINI!
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ السِّتْرَ خُلُقًا
لِلصَّالِحِينَ، وَنَهَى عَنِ التَّجَسُّسِ وَتَتَبُّعِ أَخْبَارِ النَّاسِ سِّرًا
وَعَلَانِيَةً بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنِ اتَّبَعَ هُدَاهُ إِلَى
يَوْمِ الدِّينِ، اَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ. وَقَدْ قَالَ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ   
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Mengawali khutbah ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita
kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya takwa, dengan menjalankan segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Firman Allah Swt QS ‘Ali Imran 102:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ
تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
  
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim.” 
  
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Di Era Digital dan Transformasi ini kita dihadapkan dengan berbagai
macam tantangan, seperti satu kesalahan kecil bisa menyebar lebih cepat
daripada niat seseorang untuk memperbaikinya. Satu potongan video, satu kalimat
yang diambil tanpa konteks, bisa menghancurkan nama baik seseorang yang
sebelumnya dikenal berakhlak baik. Bahkan mungkin bukan sekedar nama baik, tapi
bisa melemahkan mentalnya hingga membuatnya tak pernah mau untuk berubah lebih
baik. Kita sering mudah menekan tombol share, tapi jarang menekan tombol
tahan dulu, pikir dulu. Padahal dalam Islam, menjaga kehormatan sesama muslim
adalah ibadah yang besar. Rasulullah ﷺ
bersabda:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّٰهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi
(aib)nya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim no. 2699).
Menutupi bukan berarti membenarkan dosa, tapi bentuk kasih sayang
agar seorang hamba masih punya ruang untuk bertobat. Para ulama menyebut hal
ini sebagai الإِقَالَةُ عَنِ العَثَرَاتِ
(iqālatul ‘atsarāt)  yaitu
memaafkan dan menutupi kesalahan orang yang tergelincir, selama tidak berkaitan
dengan pelanggaran hukum Allah.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Para ulama menjelaskan bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan
dalam hal ini:
1. Orang yang terjaga kehormatannya dan tidak dikenal dengan dosa
atau maksiat. Jika ia tergelincir dalam kesalahan, maka tidak boleh aibnya
disebarkan. Ia lebih butuh nasihat, bukan penghakiman. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَقِيلُوا ذَوِي الْهَيْئَاتِ عَثَرَاتِهِمْ إِلَّا الْحُدُودَ
“Maafkanlah kesalahan orang-orang yang berakhlak baik di antara
kalian, kecuali dalam perkara hukum Allah.” (HR. Abu Dawud
no. 4375, an-Nasa’i no. 4887).
2. Orang yang terang-terangan berbuat dosa dan bangga dengan
maksiatnya. Untuk mereka, masyarakat tidak boleh menormalisasi perbuatannya.
Namun tetap dengan adab, bukan dengan cercaan, hujatan, atau perundungan.
Sayangnya, di zaman ini, banyak orang lebih sibuk mencari kesalahan
orang lain, sementara lupa bahwa dirinya pun memiliki dosa yang Allah masih
tutupi.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Menutupi aib bukan kelemahan, tapi tanda keimanan dan kasih sayang.
Ibnu Hajar al-Asqalani -rahimahullah- menjelaskan dalam Fath al-Bari,
bahwa makna “menutupi” dalam hadis di atas mencakup dua hal:
Pertama Menjaga kehormatan orang yang berbuat salah agar tidak
rusak di mata manusia. Kedua Tidak menyebarkan kesalahannya agar ia punya kesempatan
memperbaiki diri. Rasulullah ﷺ juga bersabda:
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللّٰهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang hamba tidak menutupi (aib) saudaranya di dunia, kecuali
Allah akan menutupi aibnya di Hari Kiamat.”(HR. Ahmad no.
19891, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Setiap kali kita menahan diri dari menjelekkan orang lain,
sebenarnya kita sedang menyiapkan perlindungan Allah untuk diri kita sendiri.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Saat ini kita hidup di era digital. Melalui internet dan media
sosial, semua orang dapat dengan mudah mengetahui berbagai informasi, kehidupan
pribadi orang lain, bahkan sampai ke hal-hal yang seharusnya tidak perlu
diketahui publik.   
Karena hal tersebut, tidak sedikit dari kita yang merasa senang
ketika menemukan kesalahan atau aib orang lain, lalu dengan cepat
menyebarkannya ke berbagai platform, sehingga membicarakannya di kehidupan
nyata.   
Padahal, Islam dengan tegas melarang umatnya untuk mencari-cari
kesalahan orang lain. Setiap individu yang merasa dirinya muslim, wajib menjaga
kehormatan orang lain dan tidak mencampuri urusan pribadi yang bukan tanggung
jawabnya, apalagi sampai ke ranah privasi. Sebagaimana larangan ini ditegaskan
oleh Allah swt dalam firman-Nya, QS al-Hujurat ayat 12:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا
مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ
بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
  
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka!
Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang
lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”   
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah. 
Menegur Tanpa Menghina, Menegur itu perlu, tapi cara yang
salah bisa mengubah nasihat menjadi penghinaan. Ulama salaf berkata:
مَنْ نَصَحَ أَخَاهُ سِرًّا فَقَدْ نَصَحَهُ وَزَيَّنَهُ، وَمَنْ
نَصَحَهُ عَلَانِيَةً فَقَدْ فَضَحَهُ وَشَانَهُ
“Barang siapa menasihati saudaranya secara diam-diam, maka ia
benar-benar telah menasihatinya dan memperbaikinya. Namun siapa yang menasihati
di depan umum, maka ia telah mempermalukannya dan mencelanya.”
Begitulah adab dalam memberi nasihat, Islam tidak melarang amar
ma’ruf nahi munkar, tapi melarang penghinaan dan celaan. Allah Ta‘ala
berfirman:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku
adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa.” (QS.
Al-Mā’idah: 8).
Adil artinya tidak menutup mata terhadap kesalahan, tapi juga tidak
menutup hati terhadap kebaikan. Seseorang bisa salah di satu sisi, tapi tetap
punya amal saleh di sisi lain. Ibnu al-Musayyib rahimahullah berkata:
لَيْسَ مِنَ النَّاسِ أَحَدٌ إِلَّا وَلَهُ خَطَأٌ، وَلَكِنْ مَنْ
كَانَتْ حَسَنَاتُهُ أَكْثَرَ مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَهُوَ الْمَغْفُورُ لَهُ
“Tidak ada manusia yang sempurna. Namun siapa yang kebaikannya
lebih banyak daripada keburukannya, maka keburukannya diampuni karena
kebaikannya.”
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah. 
Menjadi Penutup, Bukan Penyebar, Menjadi penutup
aib orang lain adalah bentuk ibadah yang penuh kasih, empati, dan kesadaran
diri, bahwa kita pun butuh ampunan yang sama.
Sebelum jari ini tergesa menulis komentar tajam atau menyebarkan
potongan video seseorang, tanyakanlah pada diri sendiri: “Kalau aku yang
salah, apakah aku ingin diperlakukan seperti ini?” Jika jawabannya tidak,
maka berhentilah jadi penyebar. Jadilah penutup.
Karena bisa jadi, ketika kita menutupi aib saudara kita, Allah
sedang menutupi aib kita di hadapan seluruh makhluk-Nya. Menutupi aib adalah
tanda iman, sedangkan menelanjangi kesalahan orang lain adalah tanda hati yang
belum bersih. Islam tidak hanya mengajarkan kebenaran, tapi juga etika dalam
menyampaikan kebenaran, agar perbaikan benar-benar mendatangkan maslahat yang
lebih besar, dan nasihat tidak berubah menjadi penghinaan.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah 
Mulai saat ini, kita harus belajar menjaga privasi dan menahan
diri dari mencari aib orang lain. Perlu diingat, bahwa Allah secara tegas
melarang kita untuk mencari-cari kesalahan dan aib orang lain, sebagaimana
disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 12. Begitu pula Rasulullah saw
memperingatkan agar umatnya tidak mengintai dan membuka aib sesama Muslim,
karena siapa yang melakukan hal itu, Allah akan membuka aibnya bahkan di
rumahnya sendiri.
   
Terakhir, di era digital yang serba terbuka ini, ujian menjaga
lisan dan jari akan menjadi semakin berat. Oleh sebab itu, marilah kita
berhati-hati dalam menggunakan internet, media sosial, tidak mudah menyebarkan
keburukan, dan selalu menutup aib sesama sebagaimana kita ingin aib kita
ditutup oleh Allah swt, baik di dunia, maupun akhirat. Kita
juga mendoakan saudara/i kita di Palestina dan beberapa Negara muslim lain
segera diberikan kedamaian, ketenangan dan kesejahteraan atas genosida dan
kejahatan zionis yahudi yang terlaknat, dan kita juga mengecam mereka yang
menyudutkan pesantren, kyai/ulama dan berbagai institusi Pendidikan Islam
dengan fitnah dan kebohongan. Semoga bangsa, Negara dan Negeri kita senantiasa
di Jaga Allah SWT dengan Kedamaian, kesejahteraan dan persatuan. Amin Ya Rabb.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
.jpg)
Posting Komentar