***SELAMAT DATANG DI WEBSITE QUHAS SCHOOL YPT DAR AL-MASALEH JAMBI***
Latest Post


 Khutbah Jumat Nurul Iman Karya

Hindari Sikap Julid dalam Kehidupan

Ust Dr KH Hasbullah Ahmad MA

(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Dosen Tetap Ilmu al-Qur’an, tafsir dan Hadis UIN STS Jambi, Wakil Rois Syuriah PWNU Jambi dan Ketua Komite Dakwah Khusus MUI Kota Jambi, Wakil Pimpinan Ponpes PKP al Hidayah Jambi)

DOWNLOAD PDF DISINI!

اَلْـحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَمَرَنَا بِصِيَانَةِ اللِّسَانِ عَنِ الْمُسْلِمِينَ، وَنَهَانَا عَنِ الْغِيبَةِ وَالنَّمِيمَةِ وَالظُّلْمِ لِلنَّاسِ أَجْمَعِينَ، وَوَعَدَ لِمَنْ طَهَّرَ قَلْبَهُ وَحَفِظَ لِسَانَهُ جَنَّاتِ النَّعِيمِ وَرِضْوَانَ رَبِّ الْعَالَمِينَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَشَفِيْعَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَدَّى الْأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ حَتَّى أَتَاهُ الْيَقِيْنُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ تَعَالَى ، فَقَدْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ الْمُبِينِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللّٰهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Syukur kepada Allah SWT dan Sholawat kepada Rasulullah adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan kita, maka marilah kita terus meningkatkan kualitas takwa kepada Allah Swt, dengan memperbanyak amal saleh dan menahan diri dari segala bentuk keburukan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hati dan lisan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70-71 disebutkan:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا  

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Dia (Allah) akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.”  

Kaum muslimin yang berbahagia,

Di zaman sekarang, kita semakin sering menemukan, perilaku julid yang seolah-olah dinormalisasi oleh sebagian masyarakat. Berbagai platform media sosial yang seharusnya menjadi tempat atau sarana untuk berbagi kebaikan, justru penuh dengan sikap julid dalam bentuk komentar-komentar negatif, cibiran, dan olokan terhadap orang lain.

Padahal, aktivitas semacam itu sangat tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti yang kita sama-sama tahu, bahwa julid merupakan perilaku iri terhadap keberhasilan orang lain di sekitar kita, yang tercermin lewat tindakan mengomentari atau menyindir mereka dengan tujuan menjatuhkan atau mencemooh.

Tanpa tersadari, terkadang kebiasaan ini kita lakukan secara langsung lewat ucapan, namun tidak jarang pula lewat tulisan di media sosial. Mengapa perilaku yang demikian sangat tidak diperkenankan bagi seorang muslim? Sebab, tindakan julid setidaknya beririsan dengan 3 perbuatan tercela yang terlarang dalam Islam, yakni hasad, ghibah, dan namimah.  

Kaum muslimin yang berbahagia,

Julid sering kali lahir dari perasaan hasad (iri hati). Yakni, saat seseorang merasa tidak senang melihat keberhasilan, kebahagiaan, atau kelebihan orang lain, maka rasa iri itu muncul dan tersalurkan lewat komentar, ujaran kebencian, dan sindiran. Fenomena perilaku semacam ini merupakan salah satu bentuk julid yang paling sering kita temukan dalam kehidupan, baik di dunia nyata atau dalam ruang digital sehari-hari.  

Kita sebagai hamba Allah yang merasa diri sebagai muslim, tidak boleh melakukan hal tersebut. Secara tegas dilarang oleh Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits, bersumber dari Anas bin Malik disebutkan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ‌لَا ‌تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللّٰهِ إِخْوَانًا،  

“Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, Janganlah kalian saling membenci, jangan saling iri hati (hasad), dan jangan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim).

  

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Selain mengarah kepada hasad, julid juga hampir selalu berujung pada ghibah (menggunjing). Orang yang julid kerap membicarakan keburukan orang lain, mengomentari penampilan, ucapan, atau kehidupan pribadi orang lain yang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Meskipun dibungkus dengan humor atau ucapan “hanya bercanda,” namun hakikatnya sama karena tetap mengupas aib yang seharusnya ditutup.  

Sebagaimana yang telah maklum, perbuatan ghibah adalah salah satu dosa besar, terlarang dan dapat merugikan diri sendiri. Disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw, diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ، ‌لَا ‌تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللّٰهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللّٰهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ  

“Rasulullah Saw bersabda, Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya tetapi imannya belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing (mengghibah) kaum Muslimin dan jangan mencari-cari kesalahan mereka. Sesungguhnya siapa yang mencari-cari kesalahan saudaranya, Allah akan membuka aibnya; dan siapa yang Allah buka aibnya, maka Allah akan mempermalukannya meskipun di dalam rumahnya sendiri.” (HR. Ahmad)  

Kaum muslimin yang berbahagia.

Setelah hasad dan ghibah, julid juga acap kali menggiring kepada namimah. Karena ketika informasi sensitif-negatif disebarkan, di-capture, atau diceritakan ulang, maka akan mengantarkan kepada adu domba.   

Julid jenis ini, memang awalnya hanya komentar pribadi, namun bisa berakibat fatal. Karenanya, hubungan pertemanan dan silaturahim dapat terputus, menimbulkan kebencian, bahkan mengadu satu pihak dengan pihak lain.   

Selain itu, dengan kita melakukan julid yang menjurus kepada namimah ini pula, langkah cita-cita kita yang ingin masuk surga, juga dapat terhenti seketika. Sebab, dalam hadits riwayat Imam Muslim disebutkan:

فَقَالَ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ‌لَا ‌يَدْخُلُ ‌الْجَنَّةَ ‌نَمَّامٌ  

“Dari Hudzaifah r.a. berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda, Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (nammam).” (HR. Muslim)  

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Kita memahami bahwa sikap julid bukanlah hal yang sepele. Ia bisa berawal dari rasa iri, lalu berubah menjadi ghibah, dan berakhir pada namimah. Tiga hal ini merupakan dosa besar yang sangat dilarang dalam Islam karena dapat merusak hati, meretakkan hubungan antarsesama, serta menghapus pahala amal kebaikan.   

Maka, kita sebagai seorang muslim yang benar-benar memahami ajaran agama, hendaknya menjaga lisan dan menahan diri dari membicarakan keburukan orang lain, baik secara langsung maupun di media sosial.

Kita juga terus berdoa untuk kebaikan bangsa, Negara dan negeri kita dan terjaga dari segala keburukan, perpecahan dan adu domba, kita juga mendoakan saudara/I kita di berbagai Negara Muslim khususnya di Palestina dianugerahkan kedamaian, kesejahteraan dan terhindar dari berbagai kejahatan dan genosida. Amin Ya Rabb…

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

 


Khutbah Jumat Masjid Nurul Falah Purnama  

Menjaga Aib Orang Lain di Era Digital 

Ust Dr KH Hasbullah Ahmad, MA

(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Dosen Tetap Ilmu al-Qur’an, tafsir dan Hadis UIN STS Jambi, Wakil Rois Syuriah PWNU Provinsi Jambi dan Ketua Komite Dakwah Khusus MUI Kota Jambi, Wakil Pimpinan Ponpes PKP al Hidayah Jambi)


DOWNLOAD PDF DISINI!


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ السِّتْرَ خُلُقًا لِلصَّالِحِينَ، وَنَهَى عَنِ التَّجَسُّسِ وَتَتَبُّعِ أَخْبَارِ النَّاسِ سِّرًا وَعَلَانِيَةً بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنِ اتَّبَعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، اَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ. وَقَدْ قَالَ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ  

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Mengawali khutbah ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya takwa, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Firman Allah Swt QS ‘Ali Imran 102:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ  

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Di Era Digital dan Transformasi ini kita dihadapkan dengan berbagai macam tantangan, seperti satu kesalahan kecil bisa menyebar lebih cepat daripada niat seseorang untuk memperbaikinya. Satu potongan video, satu kalimat yang diambil tanpa konteks, bisa menghancurkan nama baik seseorang yang sebelumnya dikenal berakhlak baik. Bahkan mungkin bukan sekedar nama baik, tapi bisa melemahkan mentalnya hingga membuatnya tak pernah mau untuk berubah lebih baik. Kita sering mudah menekan tombol share, tapi jarang menekan tombol tahan dulu, pikir dulu. Padahal dalam Islam, menjaga kehormatan sesama muslim adalah ibadah yang besar. Rasulullah bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّٰهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim no. 2699).

 

Menutupi bukan berarti membenarkan dosa, tapi bentuk kasih sayang agar seorang hamba masih punya ruang untuk bertobat. Para ulama menyebut hal ini sebagai الإِقَالَةُ عَنِ العَثَرَاتِ (iqālatul ‘atsarāt)  yaitu memaafkan dan menutupi kesalahan orang yang tergelincir, selama tidak berkaitan dengan pelanggaran hukum Allah.

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Para ulama menjelaskan bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan dalam hal ini:

1. Orang yang terjaga kehormatannya dan tidak dikenal dengan dosa atau maksiat. Jika ia tergelincir dalam kesalahan, maka tidak boleh aibnya disebarkan. Ia lebih butuh nasihat, bukan penghakiman. Rasulullah bersabda:

أَقِيلُوا ذَوِي الْهَيْئَاتِ عَثَرَاتِهِمْ إِلَّا الْحُدُودَ

“Maafkanlah kesalahan orang-orang yang berakhlak baik di antara kalian, kecuali dalam perkara hukum Allah.” (HR. Abu Dawud no. 4375, an-Nasa’i no. 4887).

 

2. Orang yang terang-terangan berbuat dosa dan bangga dengan maksiatnya. Untuk mereka, masyarakat tidak boleh menormalisasi perbuatannya. Namun tetap dengan adab, bukan dengan cercaan, hujatan, atau perundungan.

 

Sayangnya, di zaman ini, banyak orang lebih sibuk mencari kesalahan orang lain, sementara lupa bahwa dirinya pun memiliki dosa yang Allah masih tutupi.

 

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Menutupi aib bukan kelemahan, tapi tanda keimanan dan kasih sayang. Ibnu Hajar al-Asqalani -rahimahullah- menjelaskan dalam Fath al-Bari, bahwa makna “menutupi” dalam hadis di atas mencakup dua hal:

Pertama Menjaga kehormatan orang yang berbuat salah agar tidak rusak di mata manusia. Kedua Tidak menyebarkan kesalahannya agar ia punya kesempatan memperbaiki diri. Rasulullah juga bersabda:

لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang hamba tidak menutupi (aib) saudaranya di dunia, kecuali Allah akan menutupi aibnya di Hari Kiamat.”(HR. Ahmad no. 19891, dinilai sahih oleh Al-Albani).

 

Setiap kali kita menahan diri dari menjelekkan orang lain, sebenarnya kita sedang menyiapkan perlindungan Allah untuk diri kita sendiri.

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Saat ini kita hidup di era digital. Melalui internet dan media sosial, semua orang dapat dengan mudah mengetahui berbagai informasi, kehidupan pribadi orang lain, bahkan sampai ke hal-hal yang seharusnya tidak perlu diketahui publik.   

 

Karena hal tersebut, tidak sedikit dari kita yang merasa senang ketika menemukan kesalahan atau aib orang lain, lalu dengan cepat menyebarkannya ke berbagai platform, sehingga membicarakannya di kehidupan nyata.  

 

Padahal, Islam dengan tegas melarang umatnya untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Setiap individu yang merasa dirinya muslim, wajib menjaga kehormatan orang lain dan tidak mencampuri urusan pribadi yang bukan tanggung jawabnya, apalagi sampai ke ranah privasi. Sebagaimana larangan ini ditegaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya, QS al-Hujurat ayat 12:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ  

"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”  

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah.

Menegur Tanpa Menghina, Menegur itu perlu, tapi cara yang salah bisa mengubah nasihat menjadi penghinaan. Ulama salaf berkata:

مَنْ نَصَحَ أَخَاهُ سِرًّا فَقَدْ نَصَحَهُ وَزَيَّنَهُ، وَمَنْ نَصَحَهُ عَلَانِيَةً فَقَدْ فَضَحَهُ وَشَانَهُ

“Barang siapa menasihati saudaranya secara diam-diam, maka ia benar-benar telah menasihatinya dan memperbaikinya. Namun siapa yang menasihati di depan umum, maka ia telah mempermalukannya dan mencelanya.”

 

Begitulah adab dalam memberi nasihat, Islam tidak melarang amar ma’ruf nahi munkar, tapi melarang penghinaan dan celaan. Allah Ta‘ala berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ

“Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Mā’idah: 8).

Adil artinya tidak menutup mata terhadap kesalahan, tapi juga tidak menutup hati terhadap kebaikan. Seseorang bisa salah di satu sisi, tapi tetap punya amal saleh di sisi lain. Ibnu al-Musayyib rahimahullah berkata:

لَيْسَ مِنَ النَّاسِ أَحَدٌ إِلَّا وَلَهُ خَطَأٌ، وَلَكِنْ مَنْ كَانَتْ حَسَنَاتُهُ أَكْثَرَ مِنْ سَيِّئَاتِهِ فَهُوَ الْمَغْفُورُ لَهُ

“Tidak ada manusia yang sempurna. Namun siapa yang kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya, maka keburukannya diampuni karena kebaikannya.”

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah.

Menjadi Penutup, Bukan Penyebar, Menjadi penutup aib orang lain adalah bentuk ibadah yang penuh kasih, empati, dan kesadaran diri, bahwa kita pun butuh ampunan yang sama.

 

Sebelum jari ini tergesa menulis komentar tajam atau menyebarkan potongan video seseorang, tanyakanlah pada diri sendiri: “Kalau aku yang salah, apakah aku ingin diperlakukan seperti ini?” Jika jawabannya tidak, maka berhentilah jadi penyebar. Jadilah penutup.

Karena bisa jadi, ketika kita menutupi aib saudara kita, Allah sedang menutupi aib kita di hadapan seluruh makhluk-Nya. Menutupi aib adalah tanda iman, sedangkan menelanjangi kesalahan orang lain adalah tanda hati yang belum bersih. Islam tidak hanya mengajarkan kebenaran, tapi juga etika dalam menyampaikan kebenaran, agar perbaikan benar-benar mendatangkan maslahat yang lebih besar, dan nasihat tidak berubah menjadi penghinaan.

 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah

Mulai saat ini, kita harus belajar menjaga privasi dan menahan diri dari mencari aib orang lain. Perlu diingat, bahwa Allah secara tegas melarang kita untuk mencari-cari kesalahan dan aib orang lain, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 12. Begitu pula Rasulullah saw memperingatkan agar umatnya tidak mengintai dan membuka aib sesama Muslim, karena siapa yang melakukan hal itu, Allah akan membuka aibnya bahkan di rumahnya sendiri.

  

Terakhir, di era digital yang serba terbuka ini, ujian menjaga lisan dan jari akan menjadi semakin berat. Oleh sebab itu, marilah kita berhati-hati dalam menggunakan internet, media sosial, tidak mudah menyebarkan keburukan, dan selalu menutup aib sesama sebagaimana kita ingin aib kita ditutup oleh Allah swt, baik di dunia, maupun akhirat. Kita juga mendoakan saudara/i kita di Palestina dan beberapa Negara muslim lain segera diberikan kedamaian, ketenangan dan kesejahteraan atas genosida dan kejahatan zionis yahudi yang terlaknat, dan kita juga mengecam mereka yang menyudutkan pesantren, kyai/ulama dan berbagai institusi Pendidikan Islam dengan fitnah dan kebohongan. Semoga bangsa, Negara dan Negeri kita senantiasa di Jaga Allah SWT dengan Kedamaian, kesejahteraan dan persatuan. Amin Ya Rabb.

 

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




Keluar dari Zona Nyaman
By nopi paradila suardi

"Introvert" mendengar kata itu pasti sudah terngiang sosok yang dingin, pendiam dan murung. Panggil saja dia Lala, Gadis yang yang merantau dari kampungnya untuk pergi ke kota mencari ilmu. Sebenarnya dia tidak ingin kuliah, namun orang tua nya menaruh harap padanya, hingga ia lolos dengan nilai raport SMA tanpa harus mengikuti tes masuk kuliah lagi. dia menerima semua takdir yang sedang berjalan dihadapannya seperti air yang mengalir.

    Selama menjadi anak kuliahan, Lala tidak pernah ikut nongkrong, bahkan tidak punya teman dekat, dia hanya menjadi mahasiswi kupu-kupu (kuliah pulang), dia di rantau tinggal bersama abangnya. Setiap hari minggu lala selalu belanja ke pasar subuh-subuh, lalu masak setelahnya, membereskan rumah dan halaman depan rumah sudah menjadi rutinitas lala setiap harinya. 

    Tak terasa 2 tahun berlalu, Lala masih menjadi mahasiswi kupu-kupu. dan tepat 2 tahun ini abang lala di wisuda, ini yang membuat Lala ingin keluar dari zona nyamannya. Terlintas di benak Lala "Ya Allah, hamba tidak mungkin bisa hidup sendirian di kota orang, hamba butuh teman untuk bisa membantu ketika hamba di hadapi dengan kesulitan nantinya". perlahan Lala mulai membuka komunikasi dengan teman sekelasnya hingga ia mendapatkan teman yang bernama Kokom dan Pipik. Lala dan 2 temannya itu selalu bersama-sama, makan 1 piring ber tiga, ke kampus pun kadang naik motor bonceng tiga karna udah seakrab itu heheh. 

    Suatu hari, terdengar kabar akan di adakannya pembukaan penerimaan anggota HMJ(Himpunan Mahasiswa Jurusan), 2 temannya ini mengajak Lala untuk ikut juga. Melihat kedua temannya ikut, maka Lala memberanikan diri untuk ikut juga bahkan Lala ikut sanggar yang ada di bawah naungan prodinya, Lala mengambil bidang MC karna Lala merasa harus keluar dari zona nyamannya menjadi seorang introvert. Alhamdulillah Lala bisa menjalankan semuanya, hingga suatu hari sanggar Lala akan mengadakan workshop public speaking dan hasil rapat, Lala terpilih menjadi ketua panitia. Lala shock, karna Lala berpikir ia tidak mampu untuk menjadi pemimpin dalam suatu acara. "Ya Allah, ini diluar kemampuanku.. tolong bantu mudahkan jalan hamba untuk melewati semua ini" gumam Lala dalam hati dengan perasaan yang campur aduk.

    Esoknya, ia diminta untuk membuat proposal yang akan di ajukan kepada dosen-dosen untuk mendukung acara workshop yang diadakan oleh sanggarnya. Lala menjalankan semuanya dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Hingga hari yang di nanti tiba, Workshop pun dimulai. Dari awal pembukaan acara Alhamdulillah semua lancar, namun di tengah-tengah acara yang dinanti, narasumber berhalangan hadir.. dan ini benar-benar membuat Lala ketakutan karna ia berpikir acara ini akan kacau.. "bagaimana dengan orang-orang yang telah membeli tiket workshop ini? Apakah aku yang akan menggantinya jika semua ini terhenti sampai disini?" Ucap Lala dalam hati.

    Lala menemui dosennya untuk meminta saran, namun hasilnya membuat Lala lebih shock lagi karna dosennya menyuruh Lala yang mengambil alih menggantikan narasumber yang berhalangan hadir tersebut. Betapa kagetnya Lala saat mendengar saran dari dosennya itu, Lala sempat membantah tak ingin, karna ia tau dia tak pantas dan bahkan tidak berani untuk tampil di hadapan khalayak banyak. Dosennya tetap kekeh dengan sarannya tadi. dengan Bismillah Lala melangkah maju menuju panggung dan mengambil alih menjadi narasumber bersama teman sekelasnya yang saat itu menjadi panitia juga. Lala mengeluarkan apa yang dia tau tentang narkoba, dan Yapp semuanya tanpa persiapan.
Lala dengan percaya diri memberi ilmu yang dia tau tentang narkoba, dan dia pun melakukan tanya jawab dengan audiens. Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar.

    Setelah pembubaran panitia, Lala semakin banyak berkomunikasi dengan teman-temannya bahkan saling tukaran nomor whatsapp. Kokom dan pipik bangga dengan temannya itu, karena Lala berhasil keluar dari zona nyamannya.

    Introvert, Extrovert, ataupun Ambivert, manusia itu bisa berubah jika ada kemauan dalam dirinya. semua orng memiliki target hidup masing-masing, mau jadi apa? Mau kemana? tentu semua itu ada prosesnya. Dan proses itu tentu berbeda pula dengan yang lainnya. cukup kamu lihat di balik proses mereka, bagaimana cara mereka keluar dari zona nyaman mereka dan mencoba bangkit dari Kesulitan untuk mencapai tujuan yang ingin mereka capai itu.



 "Senyum yang lahir dari sebuah cerita"
by Ummu Syaira

Di sebuah pesantren yang terletak di pinggir kota, ada satu kelas yang selalu ramai. Bukan karena nakal, tapi karena semangat santri-santri yang tak pernah habis. Namun, semangat itu kadang membuat suasana belajar menjadi sulit dikendalikan. Guru-guru sering kewalahan saat mengajar, karena santri-santri cepat bosan, sulit fokus, dan suka mengobrol saat pelajaran berlangsung.


Hingga suatu hari, datanglah seorang guru baru, ustadzah suci. Perawakannya sederhana, suaranya tegas tidak keras, tapi bisa membuat santri semua terdiam. Ia ditugaskan untuk mengajar Akidah akhlak di kelas itu.


Hari pertama mengajar, ustadzah suci kewalahan mendapati beberapa kendala saat mengajar. Berbagai upaya telah dilakukan namun tak kunjung berhasil.


Tidak menyerah. Di hari selanjutnya, ustadzah suci mencoba untuk tidak langsung membuka buku paket. Ia memandang santri satu persatu, lalu tersenyum dan berkata: “Ananda semua.... sebelum kita belajar, ustadzah mau cerita dulu. Cerita ini bukan sembarang cerita. Ini cerita nyata.” 


Spontan, kelas yang biasanya ribut langsung hening. Pintu yang sebelumnya terbuka lebar, lampu yang menyala, dan tirai juga terbuka lebar. Dengan semangat tangan-tangan yang mungil itu tergerak secepat kilat menutup pintu, memadamkan lampu, dan menutup tirai kelas.


Melihat perlakuan santri membuat ustadzah suci tersenyum dan mulai bercerita tentang sebuah Lilin yang tak pernah padam. Suaranya pelan, penuh jeda, dengan ekspresi wajah yang serius tapi tidak menyeramkan. Santri-santri merinding, tapi tidak bisa berhenti mendengarkan.


Saat cerita sampai di bagian paling menegangkan tentang suara ketukan terdengar dari arah pintu luar, tiba-tiba bel sekolah pun berbunyi. Dan ustadzah suci hanya berkata pelan: “Bersambung, Insyaallah nanti ustadzah lanjutkan lagi ceritanya ya”


Sejak hari itu, santri berubah. Biasanya kalau jam pelajaran dimulai, santri masih di luar kelas, ada yang makan snack, ada yang ngobrol. Tapi sekarang? Santri duduk manis lima menit sebelum bel berbunyi bahkan melirik ke arah pintu berkali-kali, berharap ustadzah suci segera datang.


Setiap kali melihat sosok ustadzah suci dari ujung lorong, beberapa dari santri langsung berdiri dan berkata sambil tersenyum: 

“zah! Lanjutin yang kemarin, ya!”

“Nanti cerita lagi kan, zah?”

“zah horor lagi ya, horor lagi!”. Bahkan sebelum masuk kelas, di depan pintu, suara santri sudah ramai: “zah suci, Jangan lupa cerita yaaa!”

" Zah ana masih ingat cerita kemarin, soalnya ana catat, ayo masuk zah kita cerita lagi". Dan setiap kali itu juga, ustadzah suci hanya tertawa kecil dan menjawab:

“Tapi harus janji dulu, setelah cerita tetap belajar, ya?”


Mereka semua kompak mengangguk. Dan benar saja, setelah cerita selesai, kelas jadi lebih tenang dari biasanya. Rasa penasaran yang memuncak di awal pelajaran membuat mereka lebih fokus di sisa waktu belajar.


Cerita-cerita ustadzah suci selalu bersambung.

Kadang tentang dua kursi yang selalu berpindah tempat di ruang guru, pohon tua yang menangis, atau jam dinding yang berhenti di waktu yang sama setiap malam. Tapi selalu ada makna tersembunyi di balik kisah itu.


Mereka belajar menyimak. Mereka belajar menganalisis. Bahkan, mereka diminta untuk membacakan doa-doa ketika melakukan sesuatu agar terhindar dari marabahaya.


Mereka pun sadar, ustadzah suci tidak hanya sedang bercerita.

Namun juga mengajarkan mereka mencintai kata-kata.

Membuat mereka percaya bahwa membaca, menulis, dan mendengar bisa semendebarkan kisah horor yang diceritakan.


Sekarang, setiap kali ustadzah suci lewat di koridor, tidak ada satu pun dari santri yang tak tersenyum. 

“zah, nanti masuk ke kelas kami lagi ya!”

“Jangan lupa cerita kemarin dilanjukan lagi ya!”

"Besok cerita lagi kan, zah? Jangan lupa sambungannya!"

Dan setiap kali itu juga, ustadzah suci hanya mengangguk, dengan senyum misterius seperti biasa, seolah menyimpan satu cerita lagi yang belum sempat Ia ceritakan.


Pesan dari Cerita Ini:

Kadang, bukan materi pelajaran yang membuat anak-anak mencintai kelas, tapi cara seorang guru membuat mereka menunggu setiap menit kebersamaan di dalamnya.

Lewat cerita, seorang guru bisa membuka pintu ke dunia imajinasi

dan menyelipkan pelajaran di tempat yang paling tidak terduga, di tengah rasa penasaran dan senyuman yang tulus.





 


Aku dan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Khairani Sapitri 


Menurutku, berbagi adalah sesuatu yang indah, apalagi itu bisa menumbuhkan serta membangun semangat membara dalam jiwa seseorang. Dan dalam tulisan ini akan kusampaikan beruntai-untai kalimat dari imajinasi otakku, lebih tepatnya cerita jiwa yang benar-benar kualami selama 17 tahun hidup sebagai seorang ‘manusia'.

Rasanya terlalu cepat waktu berpacu selama ini, hingga tak terasa kini aku sudah berada di bangku perkuliahan yang pada kenyataannya akan sangat berbeda dengan jenjang pendidikan 12 tahun  silam. Dan sudah beberapa kali jika kuhitung, rasa yakin dan pesimis terasa imbang untuk kujadikan sebuah cambuk hidup bagi jiwa dan raga yang tak selaras ini. Namun, kini aku sudah melewati tahapan awal sebagai seorang remaja, dan kini sudah menyandang gelar mahasiswa di UIN STS

Jambi sebagai bagian baru dalam keluarga Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Sebuah bidang yang sama sekali tak kupikirkan akan menjadi bagian dari tiap patok perjalanan hidup seorang Khairani Sapitri, perempuan kelahiran Jambi 18 Agustus 2003 yang sayangnya menyukai dunia sastra dan ilmu fisika dan berangan-angan ingin menjadi seorang ilmuwan, dosen, sekaligus penulis di masa yang akan datang. Benar-benar aneh namun masih terus kujadikan target hidup pasti agar bisa membalas segala jasa kedua orang tuaku di masa tua mereka nanti.

IAT sejujurnya bukanlah pilihan pertama yang ingin kujadikan bagian dalam nominasi jurusan di beberapa PTN yang ingin aku pilih sewaktu di Aliyah. Bahasa Indonesia, Fisika, dan Geofisika adalah pilihan paling pertama dalam benakku sejak naik ke kelas XI di bangku Aliyah, dan itu memang jurusan yang sudah kuyakini dan kupikirkan dengan sangat matang. Dan lagi-lagi, jika kuminta pendapat kedua orang tuaku soal apa yang hendak kuperjuangkan selepas lulus Aliyah, hanya kata agama yang terlintas di benak keduanya. Aku tersenyum kecil sembari menghela napas dengan tertahan, ingin rasanya bertindak egois dan bersikap berani untuk pertama kalinya di depan kedua orang tuaku saat itu, namun aku tak tega untuk melakukannya-aku takut mereka menangis bila diriku egois-dan ini mungkin untuk kesekian kalinya diriku diam dan mengalah lagi.

Sejujurnya, sejak kecil aku selalu imbang untuk mempelajari semua pelajaran, tidak TK dan langsung masuk SD dibarengi dengan belajar di madrasah ketika sore hari, lalu lanjut ke MTs An-Nizham dengan uang hasil tabunganku sendiri dan lagi-lagi melanjutkan perjalanan pendidikanku ke MA Laboratorium dengan kedok agar pulang pergi bisa berjalan kaki dan ditambah lagi dengan beasiswa dari MTs karena menjadi siswa berprestasi. Tak banyak yang tahu tentang diriku, termasuk mamak yang terlihat paling semangat soal pendidikanku  ituditambah lagi kabar beasiswa yang seolah-olah adalah fatamorgana dan mamak bagaikan seonggok tubuh kurus kering setengah mati yang tergeletak naas di gurun Sahara. Saat itu aku tersenyum lebar karena bisa melihat pancaran kebahagiaan dalam manik mata sayu beliau,  tak ingin merusak euforia yang saat itu melanda karena betapa histeris dan gemparnya seisi rumah akibat seruan kebahagiaan mamak. Sudah persis bagai pemenang door prize jalan santai di gubernuran dengan air mata yang meluber hingga membasahi bagian atas jilbabnya, dan kami penghuni seisi rumah hanya bisa tersenyum sembari menahan tawa karena betapa kocaknya bentuk muka mamak yang terlihat di netra kami masing-masing.

Kita tinggalkan sejenak keharuan cerita mamak di atas. Karena sekarang, aku ingin menceritakan pokok permasalahan dan inti dari cerita ini-tentang alasan dan latar belakang terpilihnya UIN STS Jambi dan jurusan IAT olehku di saat aku bahkan baru memasuki umur 16 tahun-kelas XII. Dan itu karena sebuah masalah di rumah dan beberapa contoh cerita nyata yang sempat terpikirkan olehku di malam harinya. Sebuah peristiwa pilu yang tak sengaja terekam jelas oleh indra pendengaran ini ketika melewati kamar bapak dan mamak, sebuah bentakan dan tangis dari mamak terdengar sangat jelas dari tempatku berdiri sambil gemetar menahan tangis. Dan sejak saat itu, aku mengucapkan salam perpisahan pada mimpi-mimpi besarku itu sambil tersenyum namun dalam keadaan yang benarbenar tidak baik. Dan di saat genting seperti itu, seseorang datang ke dalam mimpiku dengan senyum mengembang dan beberapa buku yang terlihat didekap oleh wanita setengah baya itu dengan sangat erat di depan dada. Dan karena beliau, aku sedikit berpikir dan mencoba mengerti keadaan keluargaku yang terbilang kurang mampu untuk menyekolahkan dua pasang anak yang masih ingin meneguk enaknya pendidikan wajib belajar 12 tahunnya.

Keesokan harinya aku mulai mendatangi perpustakaan daerah di belakang gedung UIN STS Jambi untuk Pascasarjana dengan menggunakan sepeda punya sepupu, mencoba memahami apa itu agama dan jenis bidang pengaplikasiannyajurusan. Selang beberapa hari kupusatkan kegiatan membaca buku-buku islami di sana, aku merasa telah jatuh hati pada bidang itu, terlebih lagi ada mahasiswa IAT yang pernah diajak ibu-ibu masjid ketika bulan puasa tahun lalu dan aku ada di antara desak dan sesaknya bahkan untuk sekadar duduk bersimpuh sambil mendengarkan kajian kakak itu dalam membahas beberapa ayat Al-Qur’an. Benarbenar aneh, kenapa bisa begitu cepat aku mencintai bidang itu ?! Ini hampir sama cepatnya dengan aku mencintai bidang pilihanku sendiri yang tentunya sesuai dengan kemampuan dan bakat diriku. Keren sekali diriku ini, terlalu mudah jatuh hati pada bidang lain padahal tak punya bakat yang berkaitan dengannya sama sekali.

Lambat laun semua berjalan dengan sangat cepat, dan fokusku terpecah di antara inginnya aku mengasah lebih tajam kemampuanku di bidang bahasa dan fisika, juga mengenal lebih jauh yang namanya pelajaran soal menafsirkan Al-

Qur’an sesuai kaidah yang baik dan benar. Dan akhirnya pilihan hati kecilku jatuh pada IAT dengan aura para guru di kantor yang seolah memecahkan ketenangan atmosfer di sana, aku menegak saliva dengan penuh kehati-hatian, semua seolah ingin menerkamku atas ucapan tegas dan lantang dariku saat seorang guru SKI menanyai apa pilihanku di jenjang pendidikan selanjutnya yaitu IAT.

“Kan ibu sudah kasih saran untuk ambil jurusan fisika saja, karena kamu pandai di bidang itu.” Guru fisikaku menyela dengan raut wajah kecewa, aku tergelak seketika.

Lalu guru agama lain berdiri dari kursinya dan mendekatiku. “Kenapa tidak ambil jurusan PAI saja, Khairani, bapak yakin kamu akan bisa dengan mudah mengembangkan bakat mengajarmu kelak.”

“Apa yang bisa dihasilkan dari jurusan itu untukmu, Ran? Padahal kamu sudah menguasai lebih dalam bidang kepandaianmu sendiri, apa ini permintaan kedua orang tuamu?” Aku terkejut, apa sebegitu tampaknya ketidakrelaanku saat menjawab jurusan yang akan kupilih tadi? Padahal aku sudah sangat yakin, mengapa jadi ragu kembali? Argh..! Kenapa keraguan menyelimuti benak kalutku kembali?!

“Termasuk itu juga, Bu. Tapi Rani benar-benar yakin kok bisa mempelajari bidang ini dengan semangat, soalnya sepertinya seru dan menantang untuk Rani pelajari.” Jawabku dengan napas menggebu di dada dan sedikit senyum lebar yang kuberi sebagai pemanis agar para guru di kantor semakin yakin dan mau mendukung pilihanku saat itu.

Huh? Seru dan menantang? Yang benar saja Rani, jurusan bukan sesuatu yang bisa kamu anggap permainan dan dapat diselesaikan dengan mudah, kamu itu bakatnya di linguistik dan juga sains, kenapa malah menyimpang ke ranah baru?” seru wali kelasku yang baru saja keluar dari tempat pengambilan air minum kantor, beliau memang mendukungku untuk mengambil jurusan bahasa di UNJA sejak kelas XI.

“Sudahlah Pak, Bu. Murid kita yang satu ini ingin mempelajari bidang yang tak diajarkan di sekolah ini, jika dia bersungguh-sungguh dan yakin untuk itu maka kita sebagai orang tua keduanya di sekolah wajib mendukung. Benar tidak, Ran?” Salah seorang guru yang kebetulan Waka kurikulum menyela dan tersenyum penuh arti padaku. Ah... Rasanya bahagia sekali ada yang mendukung keinginanku di saat genting seperti saat itu.

Guru SKI yang berada di sampingku langsung memegang kedua bahuku erat, menatap dalam-dalam netra cokelat tua milikku.

“Ya sudah, ibu akan dukung kamu, tapi ingat ya, Rani, kami semua tidak ingin mendengar kamu menyerah di tengah jalan. Kami semua bangga memilikimu sebagai anak didik di sini, jadi pulanglah kembali jika sudah sukses kelak, ya? Kamu anak yang cerdas dan berbakat, bahagiakan mamak dan bapakmu itu dengan segenap jiwa dan ragamu.” Sebuah pelukan hangat menyatu begitu saja pada tubuh kurus keringku, sosok wanita berumur yang dulu ingin mengangkatmu menjadi anaknya dulu ketika awal kelas X mendekapku erat sambil terisak. Dan semua yang ada di dalam ruangan bernuansa putih itu juga terlihat berkaca-kaca seolah ingin menumpahkan tangis mereka untukku, padahal belum tamat tapi sudah menangis berjamaah dalam kantor. Ya Salam... Antara ingin tertawa tapi dalam keadaan air mata tumpah ke mana-mana, bahkan ingus pun hendak turun aksi dalam tragedi haru kala itu. Hahaha.

Dan kini, di sinilah aku berdiri dengan mantapnya, titik terang dari segala keluh kesah dan tantangan yang menjadi pemanas diri dalam mencari kebenaran tentang tujuan dan jati diriku sendiri. Sebuah instansi yang terkenal dengan warna birunya, ramahnya setiap warga kampus di dalamnya, dan keluarga baruku yang bernama IAT. Kerja sampingan yang menguras tenaga, kejar target nilai raport tinggi, terus menulis di waktu luang, meng-handle dua rumah sekaligus, dan tetap menjadi keluarga TPA di masjid sebagai kakak sekaligus guru bagi anak-anak kecil dengan jiwa nakal dan ingin tahu mereka yang tinggi sepertiku dulu. 

Pilihan tepat ini mengajarkan sebuah ibrah yang benar-benar penting, karena saat ini leher para muslim seolah tercekik, dada mereka sesak, dan hati tercabik dengan keadaan Islam saat ini. Dan aku ingin menjadi salah satu bagian dari revolusi Islam yang lebih baik lagi lewat pengamalan Al-Qur'an sesuai manhaj yang diajarkan oleh sahabat nabi SAW. Dan juga ini sesuai dengan atsar yang cukup populer, dikatakan bahwa : “ Jadilah Anda Al-Qur’an yang berjalan di antara manusia.”

IAT memang baru bagiku, tapi bahasa dan fisika tetap bisa kupelajari sebagai pendamping harian belajarku. Karena bapak sering bilang : Tidak ada hidup yang tidak pernah terbanting dan jatuh, karena keras rasa sakit itu kamu akan mengerti bahwa tidak ada yang sia-sia dari suatu usaha. Karena setiap usaha itu akan terjalin dan akhirnya menuntun kita pada jawaban yang dinanti-nanti. Di situ bapak mengujiku, beliau tahu bahwa aku ingin pengakuan darinya sejak SD duludipuji dan diberi selamat ketika menjadi juara umum bahkan pemenang lomba layaknya putri lain kepada ayahnya. Tapi aku cukup tahu diri, karena didikan keras dari bapak aku sedikit jadi acuh terhadap hidup orang lain dan bagaimana mereka yang dulu menertawakanku, karena aku setuju dengan perkataan dari eyang Habibie: “Tidak ada suatu negara maju tanpa pendidikan yang keras.”

Terima kasih untuk mamak dan bapak, aku akan menepati janjiku. Sungguh.


 “PERCAKAPAN SI KECIL DAN TUHANNYA”

by Fajar Fatkhurrohman


Di sudut kamar yang gelap gulita

Sunyi, berbicara tanpa suara

Seorang anak kecil duduk bersila

Menatap layar, yang menampilkan derita

Tsunami besar di tanah Aceh tercinta.


Gambar-gambar ombak menggulung ribuan nyawa

Tangis dan doa memenuhi udara

Ia terdiam, tak mampu bicara

Hanya hatinya yang mulai bertanya-tanya


“Tuhan…

Tahun itu aku lahir

Tapi mengapa bumi-Mu menangis deras?

Air laut menerjang membawa nestapa tanpa batas

Jerit dan doa bercampur mengikuti ombak yang menghantam keras

Apa salah mereka yang Kau ambil tanpa bekas?”


Tuhan mendengar dari langit yang jauh

Namun terasa dekat di dada yang luluh

Menyusup hening ke hati yang rapuh

Saat dunia runtuh dalam duka yang tak kunjung sembuh.


“Lalu dibisikkan-Nya dengan suara yang lembut dan utuh:”

Jangan risau bila dunia serasa gemuruh

Aku selalu dekat meski tampak jauh

Bukan semata-mata untuk membuatmu jatuh

Tapi untuk menguatkanmu saat harapan luruh

Agar kau tahu, kasih-Ku tak pernah runtuh.”


Lalu… Tuhan

Bolehkah suatu hari aku ke sana?

Bukan untuk bermain di pantai atau berfoto ria

Tapi sekedar untuk menaruh doa…

Di antara batu-batu yang menyimpan air mata.”


Tuhan pun tersenyum dalam keabadian

Dan dalam hati anak itu tertanam harapan:

Bahwa langkah kecilnya kelak, akan menjejak

Di tanah yang pernah digulung ombak.


“Detik demi detik terus berlalu ….”

Dulu aku berdoa dalam tangis bisu

Kini aku duduk di ruang kuliah yang syahdu

Membaca takdir-Mu di setiap waktu.


Tuhan tak menjawab dengan suara

Tapi lewat ilmu dan luka yang mengajar makna.


Dulu aku hanya tahu kehilangan

Kini aku paham: itu awal perjuangan.

 

Langkah kecilku kini menjejak pasti

Di tanah yang dulu ditangisi.

Dan Tuhan pun tersenyum dari langit tinggi:

“Lihatlah nak, inilah bentuk cinta-Ku yang sejati.”


Di sana ia ingin berucap,

Bukan dengan mulut, tapi dengan napas

Bahwa ia lahir di tahun duka

Namun tumbuh dengan cinta dan segudang makna.




Fajar Fatkhurrohman

Guru MI Quhas Primary School

Kehilangan Handphone ; Yuri Yatun, S.Sos

"Kring....,"

Suara bel berbunyi, pertanda waktunya pulang.

Semua kelas terdengar suara anak-anak membaca do'a setelah belajar. Para orangtua sudah berbaris rapi di halaman sekolah menjemput anak-anaknya. Satu persatu kendaraan roda dua meninggalkan halaman sekolah dan suasana yang riuh beberapa saat kemudian menjadi sepi.

"Ustadzah, Ana belom dijemput" Rengekan seorang anak perempuan.

"Tunggu sebentar lagi nak, mungkin orangtua antum lagi di jalan" Jawab Ustadzah 

Anak perempuan ini sebut saja namanya Riya. Setelah itu, ia berlari bermain di teras sekolah. Tidak berselang lama orangtua Ria datang menjemput. Ia sangat senang lalu berpamitan pulang.

     Sang surya mulai condong ke barat, warna langit menjadi sedikit indah karena ada perpaduan berwarna jingga. Pertanda hari sudah sore semua anak dan guru-guru meninggalkan sekolah. Salah satu guru yang bernama Riri ketinggalan kunci motor di atas meja, dengan cepat ia melangkah mengambil kunci tersebut lalu menghidupkan motor dan berlalu meninggalkan sekolah.

     Di sepanjang perjalanan cacing di perut saling bersahutan seakan-akan mereka menjerit "Saya lapar". Ia berpikir akan berhenti di warung ayam geprek tempat langganannya. Sebelum menuju tempat tersebut berhenti sebentar di pinggir jalan untuk mengecek uang di tas. Kemudian ia langsung menuju tempat langganannya memesan makanan dan membawa pulang. Sesampai di rumah langsung meletakkan tas mencuci tangan dan makan.

    Lantunan ayat suci di masjid saling bersahutan, setelah makan ia mencari handphone. Namun tak ditemukan, ia mulai panik keponakannya ikut membantu, di telpon berkali-kali berdering tapi tidak di temukan. Ia pun langsung mengambil kunci motor mencari sepanjang jalan yang ia lewati, ke tempat ayam geprek dan terakhir di pinggir jalan tempat ia berhenti. Handphone belom juga di temukan, keponakan yang ikut bersamanya mencoba menelpon dan kali ini di angkat.

" Halo...halo..." 

" Halo.." Jawaban seorang lelaki.

"Maaf pak, apakah bapak yang menemukan handphone saya?" 

" Oh iya bu, tadi saya temukan terjatuh di pinggir jalan. Ibu dimana? Saya di seberang toko alat tulis simpang bu." Jawab lelaki tersebut.

"Saya sekarang di depan tempat yang bapak sebutkan" Jawab Riri

Akhirnya lelaki tersebut mengembalikan handphone. Ia sangat senang dan mengucapkan terima kasih. Ia teringat kemarin menolong teman, dan hari ini ia di tolong orang lain. Mulai hari ini ia akan terus menolong orang lain dengan ikhlas. Karena ia percaya kebaikan akan dibalas dengan kebaikan.

Pesan moral : Saat kita menolong orang lain, sebenarnya menolong diri kita sendiri. Meski bukan tangan yang sama, akan ada tangan lain yang membantu kita. Karena kebaikan sekecil apapun akan dibalas dengan kebaikan oleh tuhan.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh Ollustrator. Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget