Konsep Kepemimpinan Nabi Muhammad
Ust Dr H Hasbullah Ahmad MA
(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Dosen Tetap Ilmu
al-Qur’an, tafsir dan Hadis UIN STS Jambi, Ketua Lembaga Dakwah NU Provinsi
Jambi)
الْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ
الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ
وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Jama’a
Jumat Rahimani wa Rahimakumullah.
Imam al-Qarrafi (684 H) dalam
salah satu karyanya, Anwar al-Buruq fi Anwa’i al-Furuq menyebutkan
bahwa setidaknya ada tiga peranan yang dilakukan secara bersamaan oleh Nabi
Muhammad SAW semasa hidupnya, yaitu (1) peran sebagai mufti atau pembawa ajaran
agama Islam (pemimpin umat), (2) peran sebagai imam, kepala negara (pemimpin
masyarakat), dan (3) peran sebagai qadhi/hakim atau bisa dikatakan sebagai juru
damai setiap sengketa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam
urusan keluarga atau suami istri.
Uniknya adalah beliau berhasil menjalankan ketiga peranan tersebut
secara baik dan sempurna. Beliau dikenal sebagai nabi terbaik dan pilihan dari
semua nabi-nabi dan rasul-rasul yang ada (sayyidul anbiya wal mursalin).
Beliau juga dikenal sebagai kepada Negara yang sukses dalam membina masyarakat
Madinah kala itu dan mampu menyatukan semua masyarakatnya yang terdiri dari
umat Islam, orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang-orang Arab dari berbagai
suku dan klan menjadi umat yang satu serta saling menghargai antar satu sama
lain.
Nabi juga dikenal sebagai seorang suami terbaik bagi istri-istri beliau
dengan jargon yang dipakai, bayti jannati (rumah tanggaku
adalah surgaku). Tidak satupun istri dan anaknya yang merasa kecewa dengan
setiap tindak-tanduk kepemimpinan beliau dalam rumah tangga. Bahkan Sayyidah
Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Nabi dalam kesehariannya, beliau
menyebutkan khuluquhu al-Qur’an (akhlak beliau adalah
al-Qur’an), artinya apapun etika dan adab sopan santun yang terdapat dalam
al-Qur’an, beliau terapkan dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Tentu sebagai umatnya kita bertanya-tanya, apa gerangan yang menjadi
kunci sukses kepemimpinan Nabi dalam setiap lini kehidupan yang beliau pimpin.
?Mungkinkah kita bisa meniru ataupun mengambil pelajaran dari konsep-konsep
kepemimpinan beliau untuk kita terapkan di zaman sekarang. ? Inilah beberapa
hal yang akan kita bahas dalam khutbah sederhana pada Jum’at kali ini. Khatib
mencoba merumuskan konsep kepemimpinan beliau kepada dua poin utama, yaitu:
Jamaah Jumat
yang berbahagia.
Pertama, Nabi selalu menyesuaikan teori
kepemimpinan yang beliau sampaikan dengan tindak-tanduknya sehari-hari. Hal ini
berbeda dengan sebagian kita yang mungkin sangat ahli dalam menciptakan
teori-teori kepemimpinan, namun kurang maksimal dalam hal penerapannya. Salah
satu konsep kepemimpinan yang beliau canangkan adalah konsep kesadaran pribadi
sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus sadar dan tahu diri kalau dia
adalah seorang pemimpin, karena selama ini banyak orang yang tidak sadar kalau
dia adalah seorang leader yang mempunyai tugas dan
tanggungjawab kepada hal yang dipimpinnya.
Pertanyaannya sekarang adalah, siapa pemimpin itu? Jawabannya adalah
kita semua, semua kita adalah pemimpin sebagaimana sabda Nabi dalam sebuah
haditsnya yang bersumber dari Ibnu Umar dan Sayyidah Aisyah sebagai berikut:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ
كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ
رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيْهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Seorang imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan ditanyai
tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya
dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap perempuan adalah pemimpin di
rumah suaminya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap asisten rumah
tangga adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan ditanyai tentang
kepemimpinannya. Setiap laki-laki juga pemimpin pada harta orangtuanya dan akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Jamaah Jumat
yang berbahagia.
Dari potongan hadits ini dapat kita pahami bahwa kesadaran akan kepemimpinan
diri menjadi modal utama kesuksesan seseorang dalam bidang yang dia pimpin.
Terkadang seorang pemimpin berbuat sesuka hati tanpa sadar kalau nanti di hari
kiamat dia akan ditanyai secara detail terkait apa yang dia lakukan terhadap
wilayah yang dia pimpin. Semakin besar lini yang seseorang pimpin maka semakin
besar juga tanggungjawab yang harus dia pikul nantinya di akhirat. Hal ini
berlaku dalam urusan agama, pemerintahan, dan keluarga.
Seorang tokoh agama akan ditanya tentang sejauh mana ajaran agama yang
disampaikannya dia praktekkan dalam kehidupan sehari-harinya, karena seorang
ulama adalah pemimpin bagi umatnya. Seorang kepala negara/kepala kantor/kepala
bidang dan yang sejenisnya juga akan ditanya tentang kebijakan-kebijakan yang
dia ambil dalam setiap program ataupun proyek yang dia canangkan buat
masyarakat. Begitu juga seorang suami akan mempertanggungjawabkan kondisi anak
dan istrinya di hari kiamat kelak di hadapan mahkamah Allah SWT.
Nah di sinilah penerapan Surat Al-Nisa ayat ke-59 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian.
Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”
Jamaah Jumat
yang berbahagia.
Para ulama tafsir mengatakan bahwa seorang pemimpin harus ditaati oleh
rakyatnya selama sang pemimpin juga mematuhi ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Itulah makanya pada ayat tersebut lafadz athi’u hanya diulang
sebanyak dua kali saja, yaitu athiu Allah wa Athi’u al-Rasul, tidak
ada redaksi athi’u ulil amri yang mengindikasikan bahwa ketaatan
kepada pemimpin harus didasarkan kepada ketaatan kepada Al-Qur’an dan Sunah
Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan hal ini jugalah para ulama menetapkan sebuah
kaidah la tha’ata fi ma’shiyati-Llah (tidak ada ketaatan
kepada pemimpin dalam hal memaksiati Allah SWT).
Jamaah Jumat
yang berbahagia.
Kedua, Nabi selalu memutuskan semua
perkara yang beliau hadapi dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itu beliau
lakukan karena mematuhi perintah Allah SWT sendiri sebagaimana yang tercantum
dalam Surat Ali ‘Imran ayat ke-159 yang berbunyi:
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ، وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ، فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي
الْأَمْرِ، فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Begitu juga dengan firman Allah SWT dalam Surat al-Syura ayat ke-38 di
mana Allah menyebutkan bahwa di antara orang yang mematuhi perintah-Nya adalah
orang-orang yang selalu memusyawarahkan segala urusan yang mereka hadapi secara
bersama-sama. Hal ini secara tidak langsung hendak menyinggung para pemimpin
yang hanya mementingkan urusan pribadinya saja. Mengambil kebijakan tanpa
mempertimbangkan kemaslahatan umum dan orang banyak. Sehingga keputusannya
tidak mendamaikan semua anggota yang berada di bawah kepemimpinannya.
Ajaran musyawarah ini Nabi terapkan dalam segala urusan yang beliau
pimpin, baik agama, masyarakat maupun keluarga. Beliau juga tidak mengenal
kasta bawahan dan atasan dalam kepemimpinannya. Setiap orang diposisikan sama
dan mempunyai kesempatan yang sama pula dalam memberikan usulan dan pendapat
dalam persoalan apapun, selama sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku.
Satu lagi yang terpenting adalah Nabi memanggil bawahan beliau sebagai sahabat,
bukan sebagai bawahan yang bisa diperlakukan sesuka hati.
Jamaah Jumat
yang berbahagia.
Dari uraian singkat di atas,
dapatlah kita simpulkan bahwa dua kunci sukses yang diajarkan Nabi dalam
kehidupan ini, baik dalam agama, masyarakat, dan keluarga adalah menyadari
kalau setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan
kepemimpinannya di mahkamah Allah di akhirat kelak. Kemudian memutuskan
persoalan secara bersama-sama dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama dan
tidak mengkotak-kotakan manusia ke dalam istilah bawahan dan atasan.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Posting Komentar