Setiap Kita adalah Pemimpin
Ust Hasbullah Ahmad
(Pemilik Sekolah Qur’an Hadis dan Sains QUHAS Dar al-Masaleh School Jambi;
Ketua LD PWNU Provinsi Jambi; Dosen Ilmu al-Qur’an, Tafsir dan Hadis UIN STS Jambi)
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ،
وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ
تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ
وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ
خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ
كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ. ,وَقَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ
عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ.
Jamaah
Jumat Rahimakumullah.
Taqwa adalah kunci kesempurnaan dunia maupun Akhirat, dengan Taqwa semua
akan menjadi Indah dan sempurna, karena Taqwa adalah bekal yang paling
sempurna, Taqwa adalah pakaian yang paling Baik, dan orang yang paling mulia
disisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, maka khatib mengingatkan diri
sendiri dan jama’ah rahimakumullah untuk meningkat Iman dan Taqwa dalam
menggapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Amin...
Jamaah Jumat Rahimakumullah.
Imam al-Qarrafi (684 H) dalam salah satu karyanya, al-Furuq al Musamma
Anwar al-Buruq fi Anwa’i al-Furuq menyebutkan bahwa setidaknya ada
tiga peranan yang dilakukan secara bersamaan oleh Nabi Muhammad SAW semasa
hidupnya, yaitu (1) peran sebagai pembawa agama Islam yang haq (pemimpin
umat), (2) peran sebagai imam, kepala negara (pemimpin masyarakat),
dan (3) peran sebagai qadhi/hakim atau bisa dikatakan sebagai juru damai setiap
sengketa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam urusan
keluarga atau suami istri.
Uniknya
adalah beliau berhasil menjalankan ketiga peranan tersebut secara baik dan
sempurna. Beliau dikenal sebagai nabi terbaik dan pilihan dari semua nabi-nabi
dan rasul-rasul yang ada (sayyidul anbiya wal mursalin). Beliau juga
dikenal sebagai kepada Negara yang sukses dalam membina masyarakat Madinah kala
itu dan mampu menyatukan semua masyarakatnya yang terdiri dari umat Islam,
orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang-orang Arab dari berbagai suku dan
klan menjadi umat yang satu serta saling menghargai antar satu sama lain.
Nabi
juga dikenal sebagai seorang suami terbaik bagi istri-istri beliau dengan
jargon yang dipakai, bayti jannati (rumah tanggaku adalah
surgaku). Tidak satupun istri dan anaknya yang merasa kecewa dengan setiap
tindak-tanduk kepemimpinan beliau dalam rumah tangga. Bahkan Sayyidah Aisyah
ketika ditanya tentang akhlak Nabi dalam kesehariannya, beliau menyebutkan khuluquhu
al-Qur’an (akhlak beliau adalah al-Qur’an), artinya apapun etika dan
adab sopan santun yang terdapat dalam al-Qur’an, beliau terapkan dan
aplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Tentu
sebagai umatnya kita bertanya-tanya, apa gerangan yang menjadi kunci sukses
kepemimpinan Nabi dalam setiap lini kehidupan yang beliau pimpin? Mungkinkah kita bisa meniru ataupun mengambil pelajaran
dari konsep-konsep kepemimpinan beliau untuk kita terapkan di zaman sekarang? Khatib
mencoba merumuskan konsep sederhana kepemimpinan beliau yang sangat inspiratif yakni KESADARAN DIRI.
Jamaah
Jumat Rahimakumullah.
Nabi
selalu menyesuaikan teori kepemimpinan yang beliau sampaikan dengan
tindak-tanduknya sehari-hari. Hal ini berbeda dengan sebagian kita yang mungkin
sangat ahli dalam menciptakan teori-teori kepemimpinan, namun kurang maksimal
dalam hal penerapannya. Salah satu konsep kepemimpinan yang beliau canangkan
adalah konsep kesadaran pribadi sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin
harus sadar dan tahu diri kalau dia adalah seorang pemimpin, karena selama ini
banyak orang yang tidak sadar kalau dia adalah seorang leader yang
mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada hal yang dipimpinnya.
Pertanyaannya
sekarang adalah, siapa pemimpin itu? Jawabannya adalah kita semua, semua kita
adalah pemimpin sebagaimana sabda Nabi dalam sebuah haditsnya yang bersumber
dari Ibnu Umar dan Sayyidah Aisyah sebagai berikut:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ
رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ
مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيْهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya:
“Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Seorang imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan ditanyai tentang
kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan
ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap perempuan adalah pemimpin di rumah
suaminya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap asisten rumah tangga
adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan ditanyai tentang
kepemimpinannya. Setiap laki-laki juga pemimpin pada harta orangtuanya dan akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Jamaah
Jumat Rahimakumullah.
Dari
potongan hadits ini dapat kita pahami bahwa kesadaran akan kepemimpinan diri
menjadi modal utama kesuksesan seseorang dalam bidang yang dia pimpin.
Terkadang seorang pemimpin berbuat sesuka hati tanpa sadar kalau nanti di hari
kiamat dia akan ditanyai secara detail terkait apa yang dia lakukan terhadap
wilayah yang dia pimpin. Semakin besar lini yang seseorang pimpin maka semakin
besar juga tanggungjawab yang harus dia pikul nantinya di akhirat. Hal ini
berlaku dalam urusan agama, pemerintahan, dan keluarga.
Seorang
tokoh agama akan ditanya tentang sejauh mana ajaran agama yang disampaikannya
dia praktekkan dalam kehidupan sehari-harinya, karena seorang ulama adalah
pemimpin bagi umatnya. Seorang kepala negara/kepala kantor/kepala bidang dan
yang sejenisnya juga akan ditanya tentang kebijakan-kebijakan yang dia ambil
dalam setiap program ataupun proyek yang dia canangkan buat masyarakat. Begitu
juga seorang suami akan mempertanggungjawabkan kondisi anak dan istrinya di
hari kiamat kelak di hadapan mahkamah Allah SWT.
Nah di
sinilah penerapan Surat Al-Nisa ayat ke-59 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى
اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Para
ulama tafsir mengatakan bahwa seorang pemimpin harus ditaati oleh rakyatnya
selama sang pemimpin juga mematuhi ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Itulah
makanya pada ayat tersebut lafadz athi’u hanya diulang
sebanyak dua kali saja, yaitu athiu Allah wa Athi’u al-Rasul, tidak
ada redaksi athi’u ulil amri yang mengindikasikan bahwa
ketaatan kepada pemimpin harus didasarkan kepada ketaatan kepada Al-Qur’an dan
Sunah Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan hal ini jugalah para ulama menetapkan
sebuah kaidah yang disabdakan oleh
RAsulullah la tha’ata li Makhluqin fi ma’shiyati-Llah (tidak
ada ketaatan kepada pemimpin dalam hal memaksiati Allah SWT).
Jamaah
Jumat Rahimakumullah.
Nabi Muhammad SAW memiliki
kesadaran kepemimpinan yang sangat sempurna yang layak kita tauladani, yaitu
menjalankan roda kepemimpinan dengan lemah lembut yang dilandaskan dengan
konsep musyawarah dan mufakat. Hal itu beliau lakukan
karena mematuhi perintah Allah SWT sebagaimana yang tercantum dalam Surat Ali
‘Imran ayat ke-159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ، وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ، فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ، فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ،
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.
Memusyawarahkan segala urusan yang mereka hadapi
secara bersama-sama. Hal ini secara tidak langsung hendak menyinggung para
pemimpin yang hanya mementingkan urusan pribadinya saja. Mengambil kebijakan
tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umum dan orang banyak. Naudzubillah. Sehingga
keputusannya tidak mendamaikan masyarakat yang berada di bawah kepemimpinannya.
Jamaah
Jumat Rahimakumullah.
Dari
uraian singkat di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa dua kunci sukses yang
diajarkan Nabi dalam kehidupan ini, baik dalam agama, masyarakat, dan keluarga
adalah menyadari kalau setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di mahkamah Allah di akhirat kelak.
Kemudian memutuskan persoalan secara bersama-sama dengan mempertimbangkan
kemaslahatan bersama dan tidak mengkotak-kotakan manusia ke dalam istilah
bawahan dan atasan. Allahu A’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي
وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ
مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Posting Komentar