الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا
خَلْقاً وفتقَ السموات والأرضَ وكانتا رَتْقاً وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ
وأشْقى وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى فَنَظَر بعينِ البصيرةِ
إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً وأشكُره
ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له
مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل البشر خُلُقاً
وخَلْقَاً اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى آلِهِ وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً وسلَّمَ تسليماً كثيرا.. أمَّابَعْدُ أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin jama’ah
Jum’at yang dimuliakan Allah.
Sebuah pelajaran terbesar dari Allah adalah bahwa
Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) secara
menyeluruh. Mulai dari keimanan kita, keislaman kita, ibadah kita, akhlak kita,
pergaulan kita, ilmu kita, kewajiban kita, tanggung jawab kita, manajemen waktu
kita, gaya hidup kita, shadaqah kita, perhatian kita terhadap aqidah anak-anak
kita, hingga kontribusi kita bagi perjuangan menegakkan kalimah Allah, dalam
dakwah, tarbiyah dan jihad fi sabililah.
Karena sesungguhnya dengan muhasabah atau
intropeksi diri itulah menjadi kunci
utama dalam kehidupan kita ke depan dengan lebih
baik lagi dalam ridha Allah SWT. Dengan muhasabah
pula, kita dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan kita pada waktu yang lalu,
perbaikan hari ini dan persiapan serta perencanaan waktu yang akan datang. Kalau dalam
manajemen organisasi ada perencanaan (Planning), pengorganisasin (Organising),
pelaksanaan (Actuating) hingga pengawasan (Controlling) dan akhirnya penilaian
(Evaluating).
Semua itu kita lakukan agar kualitas hidup kita,
terutama kadar Iman dan Islam kita akan berkembang terus menuju ke arah yang
benar dan lurus di bawah naungan ridha dan ampunan Allah. Amin Ya Rabb al-Alamin.
Bahkan
dengan muhasabah inilah kita dapat mengetahui hakikat dan
persoalan diri kita secara pasti di hadapan Allah, amal apa yang sudah kita
lakukan seiring bertambahnya kapasitas rezki yang Allah karuniakan kepada kita
sebagai bekal menuju perjalanan hari esok, akhirat, yang amat panjang dan
pasti.
Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Hasyr
[59]:18).
Tentang pentingnya muhasabah atau evaluasi
diri ini, Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata:
حَاسِبُوْا أَنْفُوْسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Artinya: “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum
kalian dihitung (oleh Allah)”.
وَزِنُوْاهَا قَبْلَ أَنْ تُزَانُوْا
Artinya: “Timbang-timbanglah amal kalian sebelum
amal kalian ditimbang (oleh Allah)”.
Hadirin
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Yang pertama dan utama hal yang wajib kita koreksi
adalah masalah amaliah agama Islam kita. Pertanyaan-pertanyaan
yang pantas kita arahkan pada diri kita sendiri, termasuk pada diri khatib sendiri di antaranya adalah : “Sudah sejauh mana kita memahami dan
mengamalkan ajaran agama kita?” “Sejauh mana pula kita sudah memahami dan
mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
sebagai sumber utama ajaran agama kita?”
Terkait dengan masalah agama kita ini, maka yang
patut kita evaluasi adalah marilah kita meningkatkan spirit dan semangat
belajar, belajar dan belajar mendalami nila-nilai mulia ajaran kita, al-Islam.
Karena Dienul Islam itu adalah ilmu,
sedangkan ilmu tidak akan didapat kecuali dengan belajar dan mempelajarinya.
Semuanya secara global dan universal tercakup dalam kitab suci Al-Quran,
sebagai penawar dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ
لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (QS Al-Isra
[17]: 82).
Karena itu amal terbaik adalah belajar Al-Quran dan
kemudian mengajarkannya kepada orang-orang di sekitar kita, terutama yang
menjadi tanggung jawab kita, seperti anak-isteri kita, dan
seterusnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menyebutkan:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاَنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”.
Dengan bertadarus dan mengkaji kandungan pedoman
hidup al-Quran inilah, maka secara bertahap pola hidup
kita, arah hidup kita menjadi sangat jelas yakni ridha Allah. Sehingga
dengan demikian akan mewarnai hidup kita, dalam ’Aqidah, Ibadah, Akhlak,
Mu’amalah, Keluarga dan penerapan Syari’ah secara keseluruhan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Masalah kedua yang perlu kita evaluasi adalah
masalah dunia kita. Maksudnya adalah bagaimanakah kita menyikapi kehidupan
dunia ini? Apakah kita begitu sangat mencintai dunia, hingga sangat tergantung
padanya dan menjadikannya tujuan hidup kita?
Ataukah berbagai fasilitas kehidupan dunia ini,
mulai dari uang, rumah, kendaraan yang kita miliki, pangkat dan kedudukan, kita
letakkan hanya sebagai sarana amal shalih dan kita tidak mencintainya melebihi
cinta pada Allah dan Rasul-Nya?
Ini penting agar dalam mencari penghidupan (ma’isyah)
dunia ini, harta yang kita cari dan miliki benar-benar berasal dari sumber yang
halal dan tidak sedikitpun tercampur dengan yang haram.
Bukan hanya sampai di situ, tapi untuk apa saja
harta itu kita gunakan? Serta seberapa besar kontribusi dari harta kita itu
untuk juang di jalan Allah, menegakkan kalimah Allah, Sebab, kalau
kehidupan dunia ini malah menjauhkan kita dari ingat kepada Allah, malah
menjadikan kita tambah maksiat, hingga Allah pun menguji kita dengan berbagai
ujian. Maka, saatnya kita putar haluan, kembali bertaubat kepada-Nya, kembali
ke jalan yang lurus. Allah menyebutkannya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ
بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Artinya: “Dan barang siapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya
Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah
datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada
hari ini kamupun dilupakan.” (Q.S. Thaha [20]: 124-126).
Untuk itu, Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT..
Agar kita tetap istiqamah di jalan Allah, marilah
kita perbanyak berinteraksi dengan orang-orang shalih, yang dengan
keshalihannya itu dapat membawa kita ke
dalam pusaran kebaikan, ridha dan ampunan Allah, jannatu na’im.
Tinggalkan sejauh-jauhnya pergaulan intensif dengan
orang-orang yang lalai kepada aturan Allah. Allah
memperingatkan kita di dalam ayat-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ
وَالْمُنَافِقِينَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan
janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Ahzab
[33]:1).
Jika kita memperbanyak berbakti pada Allah, berbuat
baik, bersama orang-orang yang baik, berjuang bersama orang-orang yang berjuang
di jalan Allah. Maka kenikmatan surga balasannya. Aamiin. Namun, sebaliknya, manakala durhaka kepada-Nya, maka nerakalah
akibatnya. Na’udzubillah. Allah pun
sudah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ﴿١٣﴾وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang banyak
berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya
orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Q.S. Al-Infithar
[82]: 13-14).
Al-Abraar (yaitu orang yang suka berbuat kebaikan), ia akan
selalu dalam kenikmatan yang diberikan Allah di dunia maupun di akhirat. Adapun
kaum fajir (orang yang suka berbuat kejahatan), maka mereka akan selalu berada
dalam kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Ibnul-Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, ”Barangsiapa
yang menyangka bahwa Allah akan menyamakan antara orang-orang yang berbuat taat
dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya ia telah berprasangka
buruk terhadap Allah Ta’ala.” Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
Artinya: “Patutkah Kami menganggap orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat
kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang
bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Q.S. Shad [38]: 28).
Hadirin
sidang Jumat rahimakullah.
Semoga
Allah menganugerahkan sehat dan istiqomah kepada kita dalam menjalani kehidupan
ini lebih baik, sembari bermuhasabah dengan melihat perjalanan hidup kita
selama ini, sudahkan memberikan manfaat bagi orang lain atau bahkan justru
banyak memberikan keburukan. Naudzubillah. Maka mari kita bersatu menuju
kehidupan yang sejahtera dengan balutan Iman, Islam dan Ihsan. Sehingga kita
tidak mudah digoyahkan dalam persatuan. Kita Juga mendoakan saudara-saudara
Muslim kita dimanapun mereka berada, Khususnya di Palestina semoga
dianugerahkan kemerdekaan oleh Allah SWT di atas tenah air mereka yang dirampas
oleh Zionis Israil Yahudi. Amin ya Robb al ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَلَّ
اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ.
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Posting Komentar