Dr H Hasbullah
Ahmad, MA 081366174429
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Sungguh,
kelahiran dan diutusnya Nabi Muhammad
Saw adalah rahmat bagi alam semesta. Allah berfirman :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS.
Al-Anbiya’ 107)
Selain sebagai ekspresi rasa syukur atas kelahiran Rasulullah SAW., substansi dari peringatan Maulid Nabi adalah mengukuhkan komitmen loyalitas pada Nabi. Setidaknya, ini terwujud dengan tiga hal.
Pertama, meneguhkan kembali kecintaan kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang
mukmin, kecintaan terhadap Rasulullah SAW. adalah sebuah keniscayaan, sebagai
konsekuensi dari keimanan. Kecintaan pada utusan Allah ini harus berada di atas
segalanya, melebihi kecintaan pada anak dan isteri, kecintaan terhadap harta, kedudukannya,
bahkan kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ – رواه
البخاري
Tidaklah
sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada
orangtua dan anaknya. (HR. Bukhari).
Kedua, meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah Saw. dalam setiap gerak kehidupan kita. Allah SWT. berfirman :
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Kita tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian kita, mulai hal
terkecil, hingga paling besar, mulai kehidupan duniawi, hingga urusan ukhrawi. Tanamkan pula keteladanan terhadap Rasul ini pada putra-putri kita,
melalui kisah-kisah sebelum tidur misalnya. Sehingga mereka tidak menjadi
pemuja dan pengidola figur publik berakhlak rusak yang mereka tonton melalui
acara televisi. Naudzu
billah.
Ketiga, melestarikan ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para
Nabi. Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan
pada umat yang amat dicintainya ini. Beliau bersabda :
تَرَكْت
فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا إن تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ
وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم – رواه مالك
“Aku
tinggalkan pada kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat dengannya, yakni
Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu alaihi wa sallam” (HR. Malik).
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Rasul juga mewariskan misi perjuangan kepada
generasi penerus beliau, yakni para ulama’ dari masa ke masa. Mereka, para
ulama’ adalah pewaris para Nabi. Rasulullah SAW. bersabda :
وَإِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ إنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا
دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ
بِحَظٍّ أَوْفَرَ – رواه أبو داود والترمذي وابن حبان
Sesungguhnya
ulama’ adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham,
akan tetapi ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia mengambilnya dengan bagian
sempurna. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibn Hibban).
Sebagai bagian dari umat Islam, selayaknyalah kita
menyerahkan kepatuhan dan loyalitas pada para ulama’ sebagai pewaris Rasul dan
pelanjut misi beliau. Kepatuhan dan loyalitas tiada lain merupakan wujud
ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, kita layak prihatin, karena
kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini, ulama’ kurang mendapat tempat di
mata umat. Bukan saja diacuhkan, ulama’ bahkan mulai mendapat hujatan dan
hinaan di sana-sini. Nau’dzu billah min dzalik. Fenomena ini menjadi
salah satu pertanda zaman akhir sebagaimana diprediksikan Rasulullah SAW. Dalam
kitab Nashaihul Ibad, tertera sebuah hadits yang memberikan gambaran
tentang hal ini. Rasulullah bersabda,
سَيَأْتِيْ
زَمَانٌ عَلَى أُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَالْفُقَهَاءِ
فَيَبْتَلِيَهُمُ اللهُ بِثَلاَثِ بَلِيَّاتٍ أُوْلاَهَا يَرْفَعُ اللهُ
الْبَرَكَةَ مِنْ كَسْبِهِمْ وَالثَّانِيَةُ يُسَلِّطُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِمْ
سُلْطَانًا ظَالِمًا وَالثَّالِثَةُ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الدُّنْيَا بِغَيْرِ
إِيْمَانٍ
Akan datang
suatu zaman atas umatku, mereka lari dari ulama dan fuqaha’, maka Allah pun
menimpakan tiga bentuk cobaan. Pertama, Allah akan menghilangkan barakah dari
penghasilan mereka. Kedua, Allah akan menguasakan mereka di bawah kekuasaan
pemimpin yang dhalim. Ketiga, mereka akan keluar dari dunia fana dengan tanpa
membawa iman.
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Ibnu Hajar al-Haytami dalam karyanya Az-Zawajir menggolongkan
sikap penghinaan sebagai salah satu dosa besar. Dikutipnya sebuah hadits, yang
memperkuat pendapatnya ini. Rasulullah
bersabda :
ثَلاَثَةٌ
لاَ يَسْتَخِفُّ بِهِمْ إلاَّ مُنَافِقٌ ذُو الشَّيْبَةِ فِي اْلإِسْلاَمِ وَذُو
الْعِلْمِ وَإِمَامٌ مُقْسِطٌ – رواه الطبراني
Tiga
golongan ini tidak akan diremehkan kecuali oleh orang munafik, yakni orang tua
yang telah lama memeluk Islam, orang yang berilmu (ulama’) dan pemimpin yang
adil. (HR. Thabrani).
Bentuk lain dari menjauhi ulama’ adalah keengganan
memperdalam pengetahuan agama. Karena hal ini sama juga dengan acuh terhadap
keberadaan umat Islam. Ulama’ adalah pilar pokok tegaknya agama, di samping
pilar lainnya. Jika dari masa ke masa, satu per satu ulama’ wafat, sementara
penggantinya belum muncul, bukan tidak mungkin, suatu saat nanti tak ada
seorangpun di antara umat Islam yang tahu tentang kewajiban dan larangan dalam agama.
Hingga pada akhirnya, umat mendaulat seorang yang awam akan pengetahuan agama.
Dia akan berfatwa tanpa berdasar pengetahuan, sesat dan menyesatkan. Persis
seperti teropong hadits Bukhari dan Muslim berikut. Rasulullah bersabda :
إنَّ اللَّهَ
لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ
الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمٌ اتَّخَذَ
النَّاسُ رُؤَسَاءَ جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا
وَأَضَلُّوا – متفق عليه
Sesungguhnya
Allah tidak mencabut ilmu begitu saja dari diri seorang manusia, akan tetapi
dengan mencabut nyawa ulama’. Hingga saat tidak tersisa seorang ulama’pun,
manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya, dia ditanyai, lalu
berfatwa tanpa berdasar ilmu, dia sendiri sesat lagi menyesatkan. (HR. Bukhari
dan Muslim).
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Satu di
antara solusi pemecahan krisis multidimensi bangsa ini adalah kembali kepada
ajaran Islam. Kembali kepada ulama’ pewaris Rasulullah, para ulama pengamal
ilmu, dan pengabdi umat. Kita lestarikan misi dan ajaran mereka melalui
regenerasi dan penempaan calon ulama’, melalui kancah tafaqquh fid din.
Semoga, krisis yang menimpa bangsa ini segera menemukan titik akhir. Amiin.
جَعَلَنَا اللهُ
وَاِيَّـاكُمْ مِنَ الْفَا ئِزِيْنَ الْاَمِنِيْنَ. وَاَدْخَلَنَـا
وَاِيَّـاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَـادِهِ الصَّـالِحِـيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ
وَاَرْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُا الرَّاحِمِيْنَ.
Posting Komentar