Belajar Hidup dari Uwaish al-Qarni
Dr H Hasbullah Ahmad, MA
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا
خَلْقاً، وفتقَ السموات والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ
وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى، فَنَظَر بعينِ البصيرةِ
إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً،
وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا
شريكَ له مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل
البشر خُلُقاً وخَلْقَاً صلى الله عليه وعلى آلِهِ
وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً، وسلَّمَ تسليماً
كثيرا.. أمَّابَعْدُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Allah SWT berfirman dalan Surah Al-Hujurat,
Ayat 13:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa.”
Dalam ayat di atas terdapat 3 (tiga) kata kunci. Pertama “mulia”, kedua “Allah”, dan ketiga “takwa”. Ayat ini mengandung maksud bahwa mulia tidaknya seseorang sesungguhnya bergantung pada ketakwaannya kepada Allah SWT dan bukan kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Dengan kata lain, yang disebut orang mulia sesungguhnya adalah mereka yang senantiasa berbuat kemuliaan berupa ketakwaaan. Definisi ini bersifat tauhidi/teologis karena bersumber pada keyakinan akan kebenaran firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an.
Berdasar pada pandangan tersebut, kita bisa membedakan antara orang mulia dengan orang yang dimuliakan. Orang mulia adalah mereka yang dimuliakan Allah karena senantiasa berbuat kemuliaan dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah SWT, dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Sedangkan orang yang dimuliakan adalah mereka yang secara sosiologis dihormati masyarakat karena memiliki latar belakang tertentu seperti: jabatan, keturunan, kekayaan, keilmuan atau keahlian, dan sebagainya.
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Lewat khutbah ini, khatib ingin mengajukan
pertanyaan apakah orang mulia di sisi Allah itu sekaligus orang yang dimuliakan
di dunia ini? Dengan kalimat lain, apakah orang-orang mulia karena ketakwaannya
kepada Allah selalu dimuliakan juga oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-harinya?
Jawabnya, “tidak selalu” karena secara faktual ada beberapa orang mulia di sisi Allah keberadaannya diremehkan oleh masyarakat disebabkan tidak memiliki latar belakang tertentu yang bersifat duniawi seperti jabatan penting, kekayaan melimpah, nasab tinggi, dan lain sebagainya. Tentu saja ada banyak orang mulia di sisi Allah yang juga dihormati dalam masyarakat karena memiliki kriteria-kriteria tertentu yang berlaku di masyarakat seperti tersebut di atas.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Salah satu contoh orang mulia di sisi Allah
tetapi tidak dihormati oleh masyarakat adalah Uwais Al-Qarni - seorang
pemuda miskin penduduk desa Qaran di Yaman. Dia menjalani kehidupan yang sulit
bersama ibunya yang seorang janda. Ia pernah menderita penyakit kusta.
Pakaiannya hanya ada dua helai. Uwais Al-Qarni bekerja hanya sebagai
penggembala hewan ternak dengan upah tak seberapa. Dengan keadaan Uwais yang
seperti itu ia sering ditertawakan, diolok-olok, dihina, dan dituduh mencuri
ini mencuri itu. Tetapi semua perlakuan masyarakat seperti itu ia terima dengan
sabar.
Ketika pada suatu hari ada seseorang yang bermaksud memberikan sedekah berupa dua helai pakaian, Uwais Al-Qarni menolaknya. Kepada orang tersebut, Uwais Al-Qarni mengatakan:
“Saya khawatir kalau pakaian ini saya terima, nanti orang-orang mengintrogasi saya dari mana saya mendapatkan pakaian ini. Mereka pasti tidak percaya dengan jawaban saya. Mereka akan menuduh saya kalau pakaian ini saya dapat kalau tidak dengan membujuk ya mencuri”.
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Sungguhpun Uwais Al-Qarni hidup dalam
kemiskinan, ia menjalani kehidupannya dengan penuh ketakwaan. Bahkan
ketakwaannya diakui oleh Rasulullah SAW meskipun diantara mereka belum pernah
saling bertemu. Hal yang sangat menonjol dari ketakwaan Uwais Al-Qarni
sebagaimana diceritakan Rasulullah SAW adalah baktinya kepada sang ibu yang
luar biasa. Sejak kecil Uwais Al-Qarni selalu taat dan hormat kepada ibunya.
Ketika sang ibu telah tua dan lumpuh, bakti Uwais kepada sang ibu semakin
bertambah.
Suatu hari sebenarnya ia sangat rindu untuk
bertemu Rasulullah SAW, namun ia selalu mengurungkan niatnya karena tak tega
meninggalkan sang ibu sendirian di rumah tanpa ada yang merawatnya. Ketika pada
suatu hari ia melihat ibunya cukup sehat, ia mendekat padanya untuk
menyampaikan isi hatinya, yakni ingin bertemu atau sowan kepada Rasululullah
SAW di Madinah. Uwais Al-Qarni memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan.
Sang Ibu sangat terharu dengan keinginan Uwais untuk bertemu Rasululllah SAW.
Sang ibu menjawab:
“Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi Muhammad SAW di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Akhirnya berangkatlah Uwais Al-Qarni ke Madinah yang jaraknya dari Yaman sekitar 400 kilometer. Tibalah Uwais Al-Qarni di kota Madinah dan segera menuju rumah Nabi Muhammad SAW. Diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Tak ada jawaban dari Rasulullah SAW. Ia hanya mendapat jawaban dari istri beliau Aisyah RA yang mengatakan Rasulullah SAW sedang berada di medan perang dan belum diketahui kapan beliau kembali. Uwais Al-Qarni teringat pesan ibunya untuk segera pulang. Maka segeralah ia pulang ke Yaman meski dengan hati yang hampa karena gagal bertemu Rasulullah SAW yang sangat dirindukannya. Namun sebelum pulang, Uwais Al-Qarni sempat menitipkan salam untuk Rasulullah SAW lewat Aisyah RA.
“Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi Muhammad SAW di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Akhirnya berangkatlah Uwais Al-Qarni ke Madinah yang jaraknya dari Yaman sekitar 400 kilometer. Tibalah Uwais Al-Qarni di kota Madinah dan segera menuju rumah Nabi Muhammad SAW. Diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Tak ada jawaban dari Rasulullah SAW. Ia hanya mendapat jawaban dari istri beliau Aisyah RA yang mengatakan Rasulullah SAW sedang berada di medan perang dan belum diketahui kapan beliau kembali. Uwais Al-Qarni teringat pesan ibunya untuk segera pulang. Maka segeralah ia pulang ke Yaman meski dengan hati yang hampa karena gagal bertemu Rasulullah SAW yang sangat dirindukannya. Namun sebelum pulang, Uwais Al-Qarni sempat menitipkan salam untuk Rasulullah SAW lewat Aisyah RA.
Ketika Rasulullah SAW pulang ke rumah, Aisyah RA memberitahukan tentang kedatangan seorang laki-laki tak dikenalnya beberapa waktu sebelumnya. Rasulullah SAW menjelaskan kepada Aisyah bahwa laki-laki itu bernama Uwais Al-Qarni meski beliau belum pernah bertemu secara langsung. Ia adalah anak yang sangat taat kepada ibunya. Ia tak populer di kalangan penduduk bumi karena miskin sekali, tetapi ia sangat terkenal di kalangan penduduk langit.
Sedemikian istimewa Uwais Al-Qarni hingga Rasulullah SAW menceritakannya kepada Umar bin Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib:
سَيَقْدَمُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ , فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ ، فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَهُ
Artinya: “Kelak akan datang seorang laki-laki
bernama Uwais. Ia memiliki belang putih. Ia berdoa agar Allah menghilangkan
belang itu, maka Allah menghilangkannya (kecuali di lengannya). Barang siapa
diantara kalian bertemu dia, maka termuilah dia dan mintalah padanya untuk
memintakan ampunan kepada Allah.”
Pesan tersebut akhirnya benar-benar dilaksanakan oleh Ali bin Abi Thalib RA dan Umar bin Khattab RA ketika Rasulullah SAW telah wafat kepada Uwais Al-Qarni, kedua sahabat besar Rasulullah SAW tersebut mengatakan:
Pesan tersebut akhirnya benar-benar dilaksanakan oleh Ali bin Abi Thalib RA dan Umar bin Khattab RA ketika Rasulullah SAW telah wafat kepada Uwais Al-Qarni, kedua sahabat besar Rasulullah SAW tersebut mengatakan:
يَا أُوَيْس إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليه وَسَلَّم أَمَرَنَا أَنْ نَسْأَلُكَ أَنْ تَسْتَغْفِرُ لَنَا
Artinya: “Hai Uwais sesungguhnya Rasulullah SAW
telah memerintahkan kami agar engkau memintakan ampunan kepada Allah agar
dosa-dosa kami diampuni-Nya.”
Mendengar apa yang dikatakan Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab RA tersebut, Uwais Al-Qarni hanya bisa menangis, tetapi kemudian memberikan jawaban bisa jadi orang yang dimaksudkan Rasulullah SAW itu bukan dirinya. Tetapi Ali bin Abi Thalib RA terus mendesak agar ia mau mendoakan bagi Umar bin Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib RA karena sangat menyakini bahwa dialah orang yang dimaksudkan Rasulullah SAW. Akhirnya Uwais Al-Qarni bersedia memenuhi permintaan tersebut dengan memanjatkan doa ampunan kepada Allah bagi keduanya.
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Dari kisah Uwais Al-Qarni di atas, ada beberapa
hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran berharga. Pertama,
orang mulia karena ketakwaannya kepada Allah SWT akan tetap mulia dan taat
kepada-Nya meski seperti apapun kondisi sosial ekonominya. Ia akan tetap sabar
dan istiqamah menjadi hamba-Nya yang saleh tanpa terpengaruh oleh hal-hal
duniawi seperti tidak dihormati oleh masyarakat karena miskin.
Kedua, janganlah kita memandang seseorang dari sisi duniawinya, lalu merendahkannya karena bisa jadi ia memiliki sisi ukhrawi yang jauh lebih baik dari pada kita. Bisa jadi kita membutuhkan pertolongannya di akherat kelak berupa syafaat karena orang-orang mulia di sisi Allah seperti Uwais Al-Qarni dapat memberikan syafaat kepada orang-orang tertentu.
Disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa Uwais
Al-Qarni kelak ketika memasuki pintu surga diberhentikan langkah kakinya oleh
Allah SWT. Allah menghendaki agar Uwais Al-Qarni berhenti sebentar untuk
memberikan syafaat terlebih dahulu kepada orang-orang dari kabilah Rabiah dan
Mudhar yang membutuhkan pertolongannya. Subhanallah…
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Semoga kita semua dapat mengambil manfaat
sebesar-besarnya dari kisah Uwais Al-Qarni. Barangkali di sekitar kita, ada
orang-orang yang keadaannya mirip dengan Uwais Al-Qarni meski tidak sama
persis, yakni tidak populer di masyarakat karena status sosialnya yang rendah.
Orang seperti ini bisa jadi sangat poluler di kalangan penduduk langit jika
terbukti memang selalu hidup dalam ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT dan
selalu istiqamah dalam kebaikan-kebaikannya. Tidak selayaknya kita meremehkan
orang seperti ini.
جَعَلَنا اللهُ
وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Posting Komentar