Sikap Toleransi
Dr H Hasbullah Ahmad, MA
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ الأشياءَ وأحْكمهَا
خَلْقاً، وفتقَ السموات والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ بحكمتِه العبادَ فأسعدَ
وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى، فَنَظَر بعينِ البصيرةِ
إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي له بالحمدَ حقَّاً،
وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ الله وحده لا
شريكَ له مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه أكمل
البشر خُلُقاً وخَلْقَاً صلى الله عليه وعلى آلِهِ وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً، وسلَّمَ
تسليماً كثيرا.. أمَّابَعْدُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فقال عزّ من قائل : يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Pernah suatu waktu seseorang bertanya
kepada Aisyah Radhiyallahu Anha perihal bagaimana Nabi dalam kesehariannya,
Aisyah pun menjawab:
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam) adalah Al-Qur’an” Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha membacakan ayat.
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS: Al-Qalam 4).
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Dalam kesempatan ini, khatib mengajak pada
diri sendiri dan kepada jamaah sekalian untuk senantiasa belajar meneladani
perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
makhluk paling agung pengemban risalah suci untuk memperbaiki akhlak manusia. Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّمَا بُعِثْتُ
لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
Salah satu poin penting yang bisa kita contoh dari beliau adalah
akhlak dalam konteks hubungan sosial. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam termasuk pribadi dengan keluasan hati yang
mengagumkan. Beliau tak hanya orang yang gigih dalam memperjuangan syiar
kebenaran Islam tapi juga menunjukkan perangai mulia dalam berdakwah sebagai
menifestasi dari klaim kebenaran itu sendiri.
Ketika kita membaca kembali lembar tarikh (sejarah)
peradaban Islam, kita akan menemukan fakta bagaimana Nabi bersikap kepada
pasukan musuh begitu momen kemenangan besar Fathul Makkah (pembebasan kota
Makkah) diraih. Kejadian itu bermula saat kaum musyrikin Quraisy di Makkah
merusak kesepakatan gencatan senjata yang dikenal dengan “Perjanjian
Hudaibiyah”, hingga mengundang sepuluh ribu pasukan Muslim dari Madinah untuk
menyerbu Makkah.
Seluruh kaum musyrikin dilanda ketakutan, terutama pemimpin
tertingi mereka, yakni Abu Sufyan. Dengan kekuatan pasukan Muslim yang
berkembang demikian pesat, ia sadar betul kekalahan bagi kelompoknya sudah di
depan mata. Reputasi dirinya sebagai pemimpin yang sangat disegani pada hari
itu runtuh, wibawanya sebagai jawara tanpa tanding pun remuk. Lalu apa yang
diperbuat oleh Rasulullah?
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah
tipe pendendam dan pemarah. Sejarah perlakuan buruk kaum musyrikin Quraisy, termasuk
Abu Sufyan, terhadap dirinya dan umat Islam tak membuatnya bertindak secara
membabi buta. Di hadapan khalayak waktu itu, Nabi justru berpidato “Barangsiapa
masuk ke dalam Masjidil Haram, dia akan dilindungi. Barangsiapa masuk ke dalam
rumah Abu Sufyan, dia akan dilindungi.”
Ungkapan ini membuat banyak orang terperanjat. Nabi seakan paham
dengan suasana batin Abu Sufyan, dedengkot pasukan musuh itu. Mendengar
pengumuman itu, hati Abu Sufyan yang garang luluh bercampur bahagia. Meski
dalam posisi terpojok, ia merasa sangat terhormat dan terlindungi. Tak
tanggung-tanggung, Rasulullah seolah menyejajarkan rumahnya dengan Masjidil
Haram. Barangkali karena kemuliaan akhlak Nabi inilah Abu Sufyan tak lagi
canggung memeluk Islam.
Subhanallah...
Ibadallah Rahimani wa Rahimakumullah,
Bersikap tegas
bukanlah Anarkis akan tetapi mampu berinteraksi dengan baik dan maksimal,
karena Allah SWT dan Rasulnya tidak melarang kita untuk berinteraksi dengan
mereka selama mereka tidak memerangi dan tidak mengusir kita :
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka:
kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allâh dan keridhaan-Ny, pada
wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya lalu tunas itu menjadikan tanaman itu kuat kemudian
menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar [al-Fath/48:29]
Ibn Abbas menafsirkan ayat
tersebut dengan menyebutkan kemuliaan Akhlaq Nabi dan para sahabat :
}مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ الله} من غير شَهَادَة سُهَيْل بن عَمْرو {وَالَّذين
مَعَهُ} يَعْنِي أَبَا بكر أول من آمن بِهِ وَقَامَ مَعَه يَدْعُو الْكفَّار إِلَى
دين الله {أَشِدَّآءُ عَلَى الْكفَّار} بالغلظة وَهُوَ عمر كَانَ شَدِيدا على
أَعدَاء الله قَوِيا فِي دين الله ناصراً لرَسُول الله {رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ}
متوادون فِيمَا بَينهم بارون وَهُوَ عُثْمَان بن عَفَّان كَانَ باراً على الْمُسلمين
بِالنَّفَقَةِ عَلَيْهِم رحِيما بهم {تَرَاهُمْ رُكَّعاً} فِي الصَّلَاة
{سُجَّداً} فِيهَا وَهُوَ عَليّ بن أبي طَالب كرم الله وَجهه كَانَ كثير الرُّكُوع
وَالسُّجُود {يَبْتَغُونَ} يطْلبُونَ {فَضْلاً} ثَوابًا {مِّنَ الله وَرِضْوَاناً}
مرضاة رَبهم بِالْجِهَادِ وهم طَلْحَة وَالزُّبَيْر كَانَا غليظين على أَعدَاء
الله شديدين عَلَيْهِم {سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ} عَلامَة السهر فِي وُجُوههم
{مِّنْ أَثَرِ السُّجُود} من كَثْرَة السُّجُود بِاللَّيْلِ وهم سلمَان وبلال
وصهيب وأصحابهم
Muhammad itu utusan Allah,
tidak seperti kesaksian Suhail bin Amr (yang memaksa Rasul untuk menghapus
kalimat Muhammad Rasulullah dalam naskah perjanjian Hudaibiyah dan diganti
dengan Muhammad bin Abdullah saja); dan orang yang bersama Muhammad, yaitu Abu
Bakar, ia termasuk orang yang pertama kali mengimani kerasulan Muhammad; keras
terhadap orang kafir (maksudnya ini merujuk kepada Umar bin Khattab sebagai
pembela Rasulullah), berkasih sayang sesama mereka (ini ditujukan kepada Utsman
bin Affan). Lanjutan ayatnya: Kamu lihat mereka ruku' dan sujud (ini
menyifatkan Ali bin Abi Thalib); mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya (ini
menyifatkan Thalhah dan Zubair). Juga tegas dengan Musuh-Musuh Allah dan
terlihat tanda-tanda bekas sujud dan Ibadah Malam Yakni Salman, Bilal, Suhaib
dan Sahabat-sahabat lain.
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Dari sini kita belajar, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam tak hanya pandai bertutur tentang pentingnya
berbuat bijak kepada sesama, tetapi beliau konsisten dengan memberikan teladan
langsung dalam wujud perilaku. Penghormatan Nabi di sini tak
sebatas kepada orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan dirinya, tapi
bahkan kepada orang atau kelompok yang sedang memusuhinya. Maka benarlah
ungkapan sebuah hadits shahih:
أَحَبُّ
الدِّينِ إلى الله الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
“Agama yang paling dicintai oleh Allah adalah al-hanafiyah
as-samhah (yang lurus lagi toleran).”
Rasulullah juga memberi isyarat bahwa tak ada hubungan keimanan
seseorang dengan perasaan benci. Sehingga, kita pun menjadi heran saat
menyaksikan banyak orang-orang yang merasa iman meningkat tapi kebenciannya
terhadap orang yang tak seiman dengan dirinya pun ikut meningkat. Sikap semacam
ini kontradiktif dengan dengan sabda Nabi sebagaimana tertulis dalam
kitab Riyadlus
Shalhin:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna adalah mereka yang paling indah
akhlaknya”
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim pernah dikisahkan, suat kali Rasulullah berdiri (memberi hormat) ketika
sebuah iring-iringan jenazah yang lewat di hadapannya. Salah seorang sahabat beliau mengingatkan bahwa jenazah itu
adalah jenazah orang Yahudi, yang tak layak mendapat penghormatan. Beliau
lansung menjawab, “Bukankah ia juga manusia?”
مَرَّتْ
بِهِ جَنَازَةٌ فَقَامَ فَقِيْلَ لَهُ إِنَّهَا جَنَازَةُ يَهُوْدِي فَقَالَ
أَلَيْسَتْ نَفْسًا؟
Ibadallah Rahimani
wa Rahimakumullah,
Perilaku Rasulullah tersebut menyiratkan
pesan bahwa keteguhan iman seseorang ditandai bukan dengan sikap angkuhnya
terhadap orang yang berbeda. Justru sebaliknya, kuatnya
keyakinan itu justru memantulkan sikap-sikap tawadlu’, rasa hormat, tasamuh
(toleran) dan terbuka terhadap yang lain. Jadi Islam
adalah agama paling toleran, Maka kita menolak Radikalisme, Sekularisme,
Kapitalisme dan Terorisme, Semoga Allah senantiasa menjaga kedamaian dan
persatuan Ummat di Indonesia dan Jambi khususnya menuju negara dan negeri yang
sejahtera, berkah dengan kedamaian dan keharmonisan. Amin Ya Rabb...
جَعَلَنَا اللهُ
وَاِيَّـاكُمْ مِنَ الْفَا ئِزِيْنَ الْاَمِنِيْنَ. وَاَدْخَلَنَـا
وَاِيَّـاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَـادِهِ الصَّـالِحِـيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ
وَاَرْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُا الرَّاحِمِيْنَ.
untuk versi pdf dapat didownload disini.
Posting Komentar