Jadikan Sholat sebagai Spirit Perubahan
Khutbah Masjid Raya Miftahul Jannah Nusa Indah
Oleh Ust Hasbullah Ahmad
الحمدُ لله معطي الجزيلَ لمنْ أطاعه ورَجَاه،
وشديد العقاب لمن أعرضَ عن ذكره وعصاه، اجْتَبَى من شاء بفضلِهِ فقرَّبَه وأدْناه،
وأبْعَدَ مَنْ شاء بعَدْلِه فولاَّه ما تَولاَّه، أنْزَل القرآنَ رحمةً للعالمين
ومَنَاراً للسالِكين فمنْ تمسَّك به نال منَاه، ومنْ تعدّى حدوده وأضاع حقُوقَه
خسِر دينَه ودنياه، أحْمدُه على ما تفضَّل به من الإِحسانِ وأعطاه، وأشْكره على
نِعمهِ الدينيةِ والدنيويةِ وما أجْدَرَ الشاكرَ بالمزيدِ وأوْلاه، وأشهد أنْ لا
إِله إلاَّ الله وحده لا شريك له الكاملُ في صفاتِهِ المتعالي عن النُّظَراءِ
والأشْباءه، وأشهد أنَّ محمداً عبدُه ورسولُه الَّذِي اختاره على البشر واصْطفاه،
صلَّى الله عليه وعلى آلِهِ وأصحابه والتابعينَ لهم بإِحسانٍ ما انْشقَّ الصبحُ
وأشْرقَ ضِياه، وسلَّم تسليماً كَثِيْرًا. أمَّابَعْدُ فيا ايها الناس اتقوالله
حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Puji syukur kita kehadirat Allah SWT atas berkah
Rahmat dan Hidayah Nya Alhamdulillah kita sekarang berada pada bulan Rajab yang
merupakan bulan bersejarah dalam memperingati terjadinya peristiwa yang luar
biasa dalam sejarah peradaban Islam pada masa Rasulullah, yakni Isra' dan
Mi'raj Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsha dan dari
masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha.
Peristiwa
besar sekaligus bersejarah ini terukir dalam kitab suci Al-Qur'anul Karim.
Dalam surah al-Isra' ayat 1 Allah berfirman:
سُبۡحَٰنَ
ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ
ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ
هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Barangkali
kita semua sudah maklum mengenai rentetan peristiwa yang menunjukkan kebesaran
Allah ini. Dimana dengan kekuasaan-Nya yang maha luas, Allah telah menunjukkan
kebesarannya kepada manusia melakukan sesuatu yang berada di luar hukum-hukum thabi`i
(hukum alam), di luar kemampuan nalar manusia pada umumnya.
Perjalanan
Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Bayt Al-Maqdis, kemudian naik ke Sidrat
Al-Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat
singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Quran disodorkan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Peristiwa ini
membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Allah SWT meliputi dan menjangkau, bahkan
mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa
terbatas waktu atau ruang.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Kaum empirisis dan rasionalis yang lebih mengutamakan Akal dan materi, yang
melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin
kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan
batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? Bagaimana
mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Nabi Muhammad saw. tidak mengakibatkan
gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini
tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak
dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh
patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa
ini.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Memang, pendekatan yang
paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang
ditempuh oleh Abu Bakar AlShiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya:
"Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya."
Merenungkan kebesaran dan
kekuasaan Allah dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah sesuatu yang penting
dalam rangka mengingatkan kita kepada jati diri kita sebagai manusia dan tugas
kita dalam menjalani hidup di dunia ini. Namun yang tidak kalah penting juga
adalah sejauh mana kita mampu menangkap substansi dari peristiwa luar biasa
ini.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Isra’ Mi'raj merupakan
perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan "wisata" biasa bagi
Rasul. Sehingga peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah yang akan menjadi
titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW. John Renerd dalam buku ”In
the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,”
mengatakan bahwa Isra Mi'raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam
sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra
Mi'raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh
kesempurnaan dunia spiritual.
Jika perjalanan hijrah dari
Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau
perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci
Mekah, maka Isra Mi'raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd)
menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi'raj adalah perjalanan menuju
kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para
sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang
tinggi.
Inilah perjalanan yang amat
didambakan setiap pengamal tasawuf. salah satu momen penting dari peristiwa
Isra Mi'raj yakni ketika Rasulullah SAW "berjumpa" dengan Allah SWT.
Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, "Attahiyatul
mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah"; "Segala
penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja". Allah
SWT pun berfirman, "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi
wabarakaatuh".
Mendengar percakapan ini,
para malaikat serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Ashadu an La
Ilaha Illa LLAH wa ashadu anna Muhammadan rasulullah Maka, dari ungkapan bersejarah inilah kemudian
bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat.
Selain itu, Seyyed Hossein
Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa
pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi'raj mencerminkan hakikat
spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam sehari-hari.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Sebagaimana telah kita
maklumi bersama, inti dari pertemuan Allah dan Nabi Muhammad di Sidratul
Muntaha adalah diturunkan kewajiban yang paling fundamental di dalam Islam,
yakni melaksanakan shalat lima waktu. Begitu pentingnya perintah shalat ini
bagi manusia sehingga peribaratan yang dapat digambarkan untuk melukiskannya
secara singkat adalah “Ash-sholatu `imaduddin”, sholat adalah tiang
agama. Jika tiang tersebut rusak atau kurang sempurna maka agama seseorangpun
dikhawatirkan akan rubuh atau tidak sempurna pula.
Pengertian sholat yang
sedemikian vital ini sudah barang tentu bukanlah pengertian sholat dalam bentuk
verbal saja (yakni perbuatan yang dimulai dari takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam), akan tetapi sholat dalam pengertiannya yang
utuh, sholat yang menjadi sarana pembentukan identitas moral dan karakter
sosial.
Keterkaitan antara sholat
dengan tanggungjawab sosial ini digambarkan oleh Allah dalam Al-Qu'ran surah
Al-Ankabut ayat 45:
ٱتۡلُ
مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ
تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ
يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
Artinya: "Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)."
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Berkaca pada ayat ini, tampak
jelas ibadah shalat memiliki kaitan dengan "tanha 'anil fakhsya wal
munkar (gerakan mencegah segenap perbuatan keji yang merusak dan berbagai
bentuk kemungkaran). Dengan kata lain, sholat yang sempurna dapat membentuk
pribadi yang bersih serta memiliki kekuatan memperbaiki kondisi sosial dalam
kerangka besar fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam berbuat
kebajikan).
Namun
batasan sholat seperti ini tampaknya masih kurang diserap maknanya oleh
masyarakat kita. Berkembang suburnya budaya korupsi, kolusi, kekerasan,
kezaliman, perzinahan dan lain sebagainya merupakan sebuah fenomena yang sangat
memprihatinkan jika mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.
Keadaan ini membuktikan bahwa ibadah sholat (barangkali juga ibadah –ibadah
yang lainnya) hanya dipandang sebagai ritual dan formalitas belaka; tidak ada
kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup manusia.
Padahal,
Agama Islam diturunkan untuk membentuk manusia yang sadar akan jati dirinya sebagai
seorang hamba sekaligus sebagai agama yang menjamin kemaslahatan hidup manusia
itu sendiri. Kualitas keimanan dalam Islam selalu dikaitkan dengan amal shalih,
sholat dilekatkan dengan mencegah perbuatan keji dan mungkar, puasa beriringan
dengan spirit peka terhadap sesama manusia, zakat bertalian dengan kesadaran
akan hak-hak fakir miskin, haji dengan spirit kesetaraan manusia dan
seterusnya.
Hadirin Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT
Oleh sebab itu, dengan
semangat Isra' Mi`raj tahun ini marilah kita jadikan sholat sebagai spirit
utama untuk melakukan perubahan dalam berbagai segmen kehidupan ke arah yang
lebih baik sehingga kita dapat memahami Islam secara Kaafah atau
menyeluruh.
Jama’ah
Jum’at yang dirahmati Allah SWT Dengan demikian mudah-mudahan Allah memberikan
taufik dan hidayahnya kepada kita semua, memberikan jalan taubat kepada kita
semua serta menuntun kita dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur di tengah-tengah negeri yang dilanda krisis ini. Amin Ya Rabbal
Alamin
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ
فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ
هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
لَيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Posting Komentar