Generasi meninggalkan Shalat & Mengikuti Syahwat
KHUTBAH JUM’AT MASJID RAYA MAGATSARI PASAR
JAMBI
Oleh Ust Hasbullah Ahmad 081366174429
الحمدُ لله الَّذِي كوَّنَ
الأشياءَ وأحْكمهَا خَلْقاً، وفتقَ السموات والأرضَ، وكانتا رَتْقاً، وقسَّمَ
بحكمتِه العبادَ فأسعدَ وأشْقى، وجعلَ للسعادةِ أسباباً فسَلكهَا منْ كانَ أتْقَى،
فَنَظَر بعينِ البصيرةِ إلى العواقبِ فاختارَ ما كَان أبْقَى، أحمدُه وما أقْضِي
له بالحمدَ حقَّاً، وأشكُره ولم يزَلْ لِلشُّكر مستحِقَّاً، وأشْهدُ أنْ لا إِلهَ
إِلاَّ الله وحده لا شريكَ له مالكُ الرقاب كلِّها رِقَّاً، وأشهد أنَّ محمداً
عبدُه ورسولُه أكمل البشر خُلُقاً وخَلْقَاً صلى الله عليه وعلى صاحبه أبي بكر
الصديق الحائز فضائلَ الأتباعِ سَبْقاً، وعلى عُمرَ العادلِ فما يحابِي خَلْقاً،
وعلى عثمانَ الَّذِي استسْلَمَ للشهادةِ وما تَوَقَّى، وعلى عليٍّ بائعِ ما
يَفْنَى ومشترِي ما يبْقى، وعلى آلِهِ وأصحابِه الناصرينَ لدينِ الله حقاً،
وسلَّمَ تسليماً. اما بعد. فيا
ايها الناس اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون.
Jamaah
Jum’at Arsyadakumullah
Syukur kita kepada Allah,
atas nikmat Iman dan Islam yang begitu besar dicurahkan kepada kita semua
dengan nikmat tersebut ibadah mahdhah dan ghairah mahdhah kita menjadi lebih
sempurna dan lebih meningkat untuk meraih nilai ketaqwaan disisi Allah SWT, apalagi
setelah kita lewati bulan rajab dan peringatan Isra’ Mi’rajnya Nabi Muhammad
SAW dan kini kita memasuki bulan Sya’ban yang juga dimuliakan Allah, dan tanpa
sadar beberapa pekan lagi kita akan menghadapi bulan suci ramadhan. Insya
Allah. sholawat dan salam kita lafadzkan teruntuk nabi besar Muhammad SAW.
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Sholat menjadi tiang
dalam agama kita, Rasulullah mengingatkan dalam hadisnya الصلاة عماد
الدين maka jika shalat ditinggalkan berarti merubuhkan tiang
fondasi iman yang ada didalam jiwa seorang muslim, Naudzu billah min zalik.
Allah Ta’ala berfirman:
أُوْلَٰٓئِكَ
ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۧنَ مِن ذُرِّيَّةِ
ءَادَمَ وَمِمَّنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوحٖ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبۡرَٰهِيمَ
وَإِسۡرَٰٓءِيلَ وَمِمَّنۡ هَدَيۡنَا وَٱجۡتَبَيۡنَآۚ إِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ
ءَايَٰتُ ٱلرَّحۡمَٰنِ خَرُّواْۤ سُجَّدٗاۤ وَبُكِيّٗا۩ ٥٨ ۞فَخَلَفَ مِنۢ
بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوۡفَ
يَلۡقَوۡنَ غَيًّا ٥٩ إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا
فَأُوْلَٰٓئِكَ يَدۡخُلُونَ ٱلۡجَنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُونَ شَيۡٔٗا ٦٠
"Mereka itu adalah
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan
Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah
Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan (meninggalkan) shalat dan
memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal
saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan)
sedikitpun." (QS. Maryam:
58-60).
Ibnu Katsir dalam kitab tafsir al Qur’an al Azhim menjelaskan, generasi
yang adhoo’ush sholaat اضاعة الصلاة itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan sholat, maka pasti
mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama
dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan lebih bertambah lagi
keburukan mereka dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang
dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,,
artinya kerugian di hari qiyamat dengan azab yang sangat pedih.
Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa
pendapat. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan (تركها بكليّها). Itu
adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid
bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat
inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang
masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke
pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (تارك
الصلاة) setelah
ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:
الفرق بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
(رواه مسلم في صحيحه).
“(Perbedaan) antara hamba
dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dalam kitab
Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).
Dan Hadits lainnya:
الْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ، فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. (رواه الترمذي).
“Batas yang ada di antara
kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya,
sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya
nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits
ini hasan shohih ghorib).
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Penuturan dalam ayat
Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-nabi dengan
sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan
ayat-ayat Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat
generasi pengganti yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat
kepatuhan yang tinggi itu, yakni sikap generasi penerus yang menyia-nyiakan
shalat dan mengumbar hawa nafsu.
Betapa menghujamnya
peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah "keluarga
pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat
merosot moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut
manusia pilihan, berarti
merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita
bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama besar, saleh dan benar-benar
baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak mampu
mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran
bapaknya tidak diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang
merosot. lantas, kata dan ucapan apa lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat
dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci dan saleh itu? Hanya ucapan
“seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan.
Setelah kita bisa
menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya perlu
juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan
memperbandingkan apa yang dikisahkan Al-Quran.
Kisah ayat itu, tidak
menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat hidupnya para Nabi
pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit, bahkan melawan para
Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir,
bukan berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut
keluarga-keluarga pilihan itu justru merupakan pengkhususan yang lebih tajam.
Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di bumi, saat itu ada orang-orang
pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini diteruskan oleh
generasi yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar.
Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di
saat penjajah berkuasa, terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan
sebagainya, ada tanam paksa dan sebagainya; mereka yang tetap teguh dan ta'at
pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum muslimin yang tetap
menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan Islam
sebagai sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan
Islam dan tanah airnya, tidak hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut
menjajah bangsanya, mereka benar-benar orang-orang pilihan.
Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan
dalam Al-Quran itu, dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah
di saat gencarnya penjajahan itu, namun alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa
kita fahami bahwa ayat itu mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang
telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi pengganti yang jelek, yang
menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.
Peringatan yang
sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-benar,
dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani
Israel, yaitu generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah
itu kita sadari dan kita cari jalan keluarnya?
Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah
selesai. Karena masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya
mempertahankannya, kemungkinan akan lebih banyak desakan dan dorongan yang
mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau
meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu).
Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan.
Sudahkah kita berikan dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja
kecil, pembantu rumah tangga, penjaga rumah makan, penjaga toko dan sebagainya
untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada waktunya, terutama maghrib yang
waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang terhimpit oleh
peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong
sesama muslim yang terhimpit itu?
Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diselenggarakan dengan tujuan
membina manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik
kepada murid dan guru untuk menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara
memadai di kampus-kampus dan
tempat-tempat pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu
diberi bimbingan secara memadai untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan
yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ?
Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut,
tentang adanya generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.
Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya
kita sambut pula dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang
menyianyiakan shalat dan bahkan mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan
pelaksanaan agama dengan amar
ma'ruf nahi munkar secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal
beragama, kita akan mewariskan generasi yang benar-benar diharapkan, bukan
generasi yang bobrok seperti yang telah diperingatkan dalam Al-Quran itu.
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Dalam hubungan
kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi, terutama masalah
kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh kepada
fakir miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya
basah ketika dicuci pada musim hujan? Dalam urusan keluarga, sudahkah
kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap waktu shalat, agar
mereka tidak lalai?
Dalam urusan efektifitas
da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid lingkungan kita
yang jelas-jelas banyak orang-orang Islam, Lebih penting lagi, sudahkah kita
mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau langgar untuk shalat ke
masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor menjadi
lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka
bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja
masing-masing --bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan?
Masih banyak lagi yang
menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi generasi
yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Peringatan yang ada di
ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah, Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam
لَيَنْقُضَنَّ عُرَا اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا
انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِيْ تَلِيْهَا وَأَوَّلُهُنَّ
نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ. (رواه أحمد).
“Tali-tali
Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu)
manusia (dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali
Islam yang pertamakali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus)
adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).
Hadits Rasulullah itu
lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah shalat.
Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali
dalam Islam itu. Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat
adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah
menyebut tingkah "adho'us sholah" (menyia-nyiakan/
meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu
dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah
menuruti syahwat itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan
demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan
shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti syahwat pun masih pada
urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.
Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa
nafsunya. Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih
tinggi kejahatannya, berarti kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau
kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat, sudah bisa
dipastikan betapa parahnya kerusakan.
Jamaah Jum’at
Arsyadakumullah
Tiada
perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal
ini Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan
menuruti syahwat. Maka marilah kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita
dari kebinasaan yang jelas-jelas diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang
telah dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu
meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ.
Posting Komentar