Jurnalistik
al Qur’an
(Studi tentang
Nilai-Nilai Jurnalistik dalam al Qur’an)
Oleh DR H Hasbullah Ahmad,
MA
Owners/Pendiri Sekolah Qur'an Hadis dan Sains Jambi
Pendahuluan
Al Qur’an adalah Mu‘jizat yang kekal dan sentiasa
diperkuat oleh kemajuan dan perkembangan sains. Diturunkan Allah kepada
Rasulullah untuk mengeluarkan manusia dari suasana gelap menuju terang, serta
membawa mereka ke jalan yang lurus. Perkembangan dan kemajuan berfikir manusia
senantiasa disertai wahyu yang sesuai dan dapat menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi oleh setiap kaum, sampailah perkembangan tersebut mencapai
perkembangan yang pesat.
Al Qur’an merupakan Risalah Allah kepada Umat manusia secara
universal. berbicara kepada akal manusia dan perasaan hatinya, mengajarkan
kepada manusia akidah tauhid, memurnikannya dengan ibadah-ibadah, memberikan
petunjuk kepada apa yang memberikan kebaikan dan kemaslahatan pada kehidupan
individu maupun masyarakat, al Qur’an juga membimbing kepada jalan yang lebih
baik, untuk mewujudkan dirinya, mengembangkan pribadinya, meningkatkan dirinya
pada kesempurnaan insani, sehingga ia mampu mewujudkan bagi dirinya kebahagiaan
dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya :
Dan
kami turunkan kepadamu Al Qur’an menjelaskan tiap-tiap sesuatu dan
menjadi hidayah petunjuk, serta membawa rahmat dan berita yang menggembirakan
bagi orang-orang Islam.
Al Qur’an juga sejalan dengan pelbagai macam disiplin
ilmu baik dunia maupun akhirat karena Al Qur’an diturunkan Allah dalam bentuk
yang shumul dan
tiada ditinggalkan sesuatu pun dalam Kitab Al Qur’an. segala yang diperlukan
mengenai dunia dan akhirat ada diterangkan asas-asas dan intinya, Al Qur’an
bukan saja membicarakan persoalan-persoalan agama tetapi juga membicarakan
mengenai apa-apa yang berhubungan dengan aspek kehidupan manusia, Al Qur’an
bukan buku Filsafat, bukan pula buku psikologi, sains atau jurnalistik tetapi
di dalamnya mengandung semua hal yang bersifat filosofis, psikologis,
jurnalistik dan isyarat sains lain. Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya Ideals
and Realities of Islam[2] mengatakan bahwa Al Qur’an merupakan gambaran menyeluruh
dari segala buku yang melambangkan pengetahuan. Maka tak heran kalau Al Qur’an
selalu dijadikan sebagai objek referensi dalam setiap pembicaraan.
Yang menjadi masalah adalah Al Qur’an sekarang hanya
dijadikan sebagai simbol dalam hidup, sedang hakekat aplikasi atau penerapannya
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, Al-Qur’an dilupakan begitu saja,
apalagi diera transisi seperti sekarang ini dengan terjadinya berbagai macam
gejolak baik politik, ekonomi dan sosial budaya. orang lebih mengutamakan
hal-hal yang bersifat politis daripada religi.
Al Qur’an bukan sebuah produk Jurnalistik, tetapi
al Qur’an memeliki fungsi dan peran jurnalistik, didalam al Qur’an banyak
dijumpai ayat-ayat yang mengandung nilai dan unsur dari jurnalistik yang
memberikan solusi terbaik bagi keresahan masyarakat dan melahirkan kondisi kondusif
perdamaian. Dalam hal ini ummat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya sedang menghadapi fenomena informasi dan komunikasi yang semakin
mengglobal, yang diwujudkan atau diwakilkan oleh kegiatan pers dan jurnalistik
yang tidak dinafikan media-media tersebut banyak dikuasai oleh non muslim atau
muslim tapi tidak memahami etika Islam.
Nabi
Muhammad SAW bukanlah seorang wartawan, jurnalis atau insan pers tapi dalam
diri beliau terdapat unsur dan semangat kewartawanan yang sangat tinggi
khususnya dalam menyampaikan pesan atau informasi yang diterimanya dari Allah
SWT melalui malaikat Jibril kepada ummatnya secara utuh dan menyeluruh,
meskipun terkadang ada juga ummatnya yang menaruh curiga, namun Nabi Muhammad
tetap menghadapinya dengan tenang, arif dan bijaksana, beliau juga tidak
menutup pertanyaan dan sanggahan dari ummatnya. Sehingga terjadi komunikasi
yang efektif dan sehat.
Jika
sekarang ini kita banyak mengetahui tentang wartawan atau jurnalis yang
profesional dalam menggambar dan mewujudkannya dalam bentuk berita dan
kejadian, kemudian dipublikasikan melalui koran atau media massa. Hal yang
seperti ini juga pada zaman Rasulullah, sesungguhnya para sahabat telah
menjalankan fungsi kewartawanan yang suci dan profesional, mereka mensponsori
pemberitaan mengenai diri pribadi Nabi Muhammad SAW baik yang berkenaan dengan
Akhlaq, Hukum, Aqidah dan lain-lain yang menjadi rujukan ummat Islam. Maka
tidak berlebihan jika para sahabat Rasulullah dikatakan sebagai wartawan-wartawan
yang begitu mahir mengcover berita-berita atau kejadian-kejadian
pada zaman Rasulullah baik dalam bentuk perkataan, perbuatan dan ketetapan
darinya.
Para
sahabatlah yang memindahkan berita-berita kepada sahabat lainnya, kemudian
kepada tabi’in lalu sampai kepada tabi’it tabi’in. Ratusan
ribu hadis yang berhasil dicatat oleh para ahli-ahli hadis adalah berkat jasa Reportase para
sahabat itu sendiri, maka jika kita defenisikan Hadis itu sendiri secara bahasa
bermakna berita, warta, kabar dan kejadian. Yang dimaksud dari defenisi ini
adalah segala berita dan kejadian yang disandarkan kepadda Nabi Muhammad SAW
dengan demikian, maka ilmu hadis secara istilah didefinisikan ilmu yang
mempelajari tentang berita-berita kejadian yang berhubungan dengan diri Nabi
Muhammad dan hasil kucur keringat para sahabat. Sehingga untuk menjaga keaslian
dan kesempurnaan berita yang disampaikan. Para ulama hadis membagai hadis
dengan bebarapa derajat yaitu Mutawati, Shahih, Hasan, Dha’if dan
Maudhu’.
Jurnalisme
sudah sangat lazim digeluti umat Islam. Hal ini dapat kita lihat realita sehari-hari dengan
banyaknya publikasi media massa dari mulai berbentuk buletin bahkan hingga
stasiun televisi. Maka sangat naif, jika ummat Islam merasa enggan untuk terjun
ke kancah jurnalisme atau dunia jurnalistik. Padahal sesungguhnya di dalam al
Qur’an terdapat kandungan nilai-nilai dari jurnalistik.
Dengan mengetahui nilai-nilai atau unsur-unsur
jurnalistik dalam Islam akan memantapkan hati kita untuk berperan dalam dunia
jurnalisme, mengokohkan niat dan mempertebal keinginan untuk lebih banyak lagi
memberi manfaat melalui dunia penulisan. Nilai-nilai atau unsur-unsur itu yang
kemudian akan memotivasi kita untuk lebih banyak berbuat dengan memberikan
konstribusi bermakna bagi dunia jurnalistik di negeri ini khususnya Provinsi
Jambi.
[2] Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities
of Islam, George Allen & Unwin Ltd, London, 1972, hlm. 37.
Posting Komentar